Kamis, 17 Desember 2009

Tafsir Mazmur 1

Pendahuluan
Ketika kita membicarakan tentang Mazmur 1 maka banyak yang mengatakan bahwa Mazmur 1 merupakan pengantar untuk membaca kitab Mazmur secara keseluruhan. Jika diamati, akan nampak bahwa Mazmur 1 sebenarnya agak berbeda dengan Mazmur pada pasal-pasal berikutnya. Mazmur 1 menunjukkan suatu ciri-ciri bahwa Mazmur ini merupakan suatu tulisan atau dipengaruhi oleh tulisan kebijaksanaan. Mazmur 1 mencoba mengajak para pembacanya untuk membaca keseluruhan kitab Mazmur ini
Struktur, Bentuk dan Jenis
Jika kita mengamati struktur Mazmur 1, maka kita akan dapat melihat suatu susunan yang demikian:1
1.Dorongan: Profil orang yang saleh 1-3
A.Deskripsi Negatif 1
B.Deskripsi Positif 2
C.Janji 3
2.Hal yang tidak didukung: Nasib dari orang fasik 4-5
3.Motivasi untuk janji dan pencegahan 6
Jika kita melihat bentuk semacam ini, maka dapat kita dipastikan bahwa tulisan ini masuk ke dalam karya sastra jenis kebijaksanaan. Hal ini dapat terlihat dari tampak dari temanya: pengarang menunjukkan arti Taurat dalam hidup orang benar dan mempertentangkannya dengan orang fasik. Pembedaan antara gaya hidup orang benar dan orang fasik serta pembalasannya adalah tema sentral pengamatan dan renungan dari orang bijak/bijaksana.2 Bahasa dan gambaran yang digunakan pengarang nyanyian kebijaksanaan ini mempunyai banyak persamaan dengan teks-teks kebijaksanaan lain.
Gaya penulisan puisi semacam ini merupakan gaya penulisan yang sebagian besar digunakan di dalam sastra kebijaksanaan. Gaya penulisan puisi ini dikenal dengan istilah teknis “paralellismus membronum,” yang biasanya bersifat3:
1.Sinonim: Bagian A digemakan kembali di bagian B. Misal:
Saksi dusta tidak akan luput dari hukuman,
Orang yang menyembur-nyemburkan kebohongan akan binasa. (Amsal 19:9)
2.Antitesis: Bagian A diulang pada bagian B, namun dengan cara dipertentangkan. Misal:
Rumah orang fasik akan musnah,
Tetapi kemah orang jujur akan mekar (Amsal 14:11)
Dalam antithesis dan sintesis, bagian B tidak hanya mengulang atau mempertentangkan, akan tetapi juga memperluas atau memperdalam.
3.Sintesis: Bagian A dilanjutkan pada bagian B (sebetulnya tidak ada paralelisme, karena kalimat diteruskan dan tidak diulang seperti tadi). Misal:
Tidak baik berpihak kepada orang fasik dengan menolak orang benar dalam pengadilan (Amsal 18:5)
atau juga dalam bentuk perbandingan:
Seperti anting-anting emas di jungur babi,
Demikianlah perempuan cantik yang tidak susila (Amsal 11:22)
Jika kita amati, ciri-ciri gaya penulisan ini, maka kita akan menemukan kesamaan Mazmur 1 dengan sastra kebijaksanaan. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa Mazmur 1 masuk ke dalam jenis puisi sastra kebijaksanaan.

Latar Belakang
M. C.Barth dan B. A. Pareira mengatakan bahwa dulu Mazmur 1 seringkali dianggap sebagai pengantar Kitab Mazmur.4 Jadi, karena sifatnya yang merupakan pengantar maka banyak penafsir yang melihatnya sebagai kunci untuk memahami kitab Mazmur. Banyak dari penafsir yang menganggap bahwa pada Mazmur 1, pembaca diperhadapkan pada dua pilihan, yaitu hidup benar (di dalam Allah) atau hidup fasik (melanggar ketentuan Allah). Sedangkan mereka sendiri cenderung berpendapat bahwa Mazmur 1 ini merupakan ungkapan dari pujia-pujian yang diterbitkan oleh orang bijak.. Hal ini dikarenakan bagi orang bijak Kitab Suci adalah sumber dari kebijaksanaan.
James Mays justru mengatakan hal yang agak berbeda. Ia berpendapat bahwa Mazmur 1 bukanlah sekedar nyanyian atau puji-pujian, melainkan sebuah pernyataan tentang keberadaan manusia.5 Ketika membaca Mazmur, pembaca diajak untuk mempertimbangkan ajaran bahwa cara hidup adalah sesuatu yang sangat menentukan ke depannya. Pernyataan-pernyataan ini tentu tidak dating begitu saja, melainkan berdasarkan pengalaman dan perenungan terhadap peristiwa tertentu yang pernah dialami oleh penulis. Pengalaman inilah yang kemudian coba diperhadapkan pada pembaca agar pembaca dapat belajar dari pengalaman penulis.
Jika kita amati, Mazmur memang berupa puji-pujian yang dihadirkan dalam bentuk puisi. Seperti yang telah kita ketahui, puisi adalah bentuk yang biasanya digunakan dalam sastra kebijaksanaan. Dalam tulisan-tulisan kebijaksanaan, tujuan penulisannya tidak dapat kita lepaskan dari pengajaran. Tulisan-tulisan ini merupakan upaya memelihara dan pewarisan kebijaksanaan dari para orang bijak ketika itu kepada anak cucu mereka. Di dalam sastra kebijaksanaan biasanya pengajaran yang disampaikan berangkat dari pengalaman. Pengalaman inilah yang coba dibagikan dan diwariskan melalui teks ini.

Tafsiran
Ayat 1. Mazmur 1 dibuka dengan suatu ungkapan berbahagia (asre). Kata “berbahagia” ini memperkuat bukti bahwa Mazmur 1 adalah tulisan kebijaksanaan, karena ungkapan semacam ini banyak ditemui di dalam kesusastraan kebijaksanaan..6 Kebanyakan dari para penafsir sangat tertarik untuk membahas mengenai ungkapan kebahagiaan ini. Nampaknya ungkapan kebahagiaan ini merupakan sesuatu yang sangat penting untuk dipahami.
Ungkapan kebahagiaan yang diletakan di awal Mazmur ini merupakan suatu ajakan kepada para pendengar untuk melakukan apa yang telah didengarnya. Tulisan Mazmur ini juga tentu memiliki maksud pengajaran kepada para pendengarnya. Jadi penulis bermaksud untuk mengajak para pendengarnya untuk mendengarkan dan melakukan pengajaran yang disampaikan olehnya.
Menurut James Mays, kata “berbahagialah” ini bukan merupakan suatu ungkapan permohonan seperti kata “terberkatilah” (baruk), melainkan sesuatu yang menunjuk kepada perilaku dan karakter yang menikmati itu.7 Hampir senada dengan Mays, Nahum M. Sarna mengatakan bahwa kebahagiaan ini merupakan suatu yang berangkat dari realitas yang ada dan bukan mau menjanjikan sesuatu yang indah di masa depan.8 Disini penulis mencoba mengajak para pendengarnya untuk menikmati karakter yang ada di dalam pengajaran yang disampaikan. Bukan mengharapkan sesuatu (kebahagiaan) yang belum datang atau belum jelas, melainkan suatu ajakan untuk menikmati karakter “orang benar.” Jadi kebahagiaan adalah kenikmatan hidup ketika seseorang hidup sebagai “orang benar.”
Kebahagiaan ini juga bukan kebahagiaan yang “semu.” Kebahagiaan disini yang dimaksud adalah “happiness”, bukan merupakan “pleasure.” 9 “Pleasure” sifatnya lebih pada self-centered, sementara, kepuasan secara emosional dan semu, sedangkan “Happiness” bermakana kepada suatu kebahagiaan yang sifatnya sangat mendalam dari jiwa seseorang, serius dan bertahan lama.10 Kebahagiaan yang ditawarkan merupakan suatu kebahagiaan yang diajak untuk dinikmati disini bukanlah suatu kebahagiaan yang datang dari luar diri seseorang melainkan dari dalam dirinya sendiri.
Ayat 2 disini merupakan pernyataan mengenai karakter seperti apa yang berbahagia. Dan disebutkan disini karakter yang berbahagia tersebut adalah “orang yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan dan yang merenungkan Taurat ini siang dan malam.” Kata “kesukaan” ini merupakan suatu kata yang cukup penting. Kesukaan disini sifatnya merupakan suatu kerinduan yang penuh cinta kepada Tuhan dan makna Taurat disini berarti pengajaran atau pernyataan kehendak Tuhan. Jadi “kesukaan terhadap Taurat Tuhan ini” berarti suatu kesukaan terhadap pengajaran atau pernyataan kehendak Tuhan yang berdasarkan kepada cinta kepada Tuhan.
Makna dari kata merenungkan sebenarnya adalah “mengaji” atau “mendaraskan” yang berarti membacanya untuk diri sendiri dengan suara halus.11 Hal inilah yang dilakukan siang dan malam secara terus-menerus. Yang diharapkan disini adalah adanya suatu perhatian (fokus) secara khusus terhadap Taurat Tuhan. Taurat disini dikenal sebagai pengajaran dan penyataan kehendak Tuhan ini di dalam bentuk yang tertulis. Sehingga dengan membacanya maka seseorang akan mendapatkan kebijaksanaan di dalam kehidupannya karena ada kesadaran akan jalan dan kehendak Allah di dalam hatinya (40:9; 37:31). Alasan Taurat membawa kebahagiaan itu sendiri bukan dikarenakan kebenaran yang ada di dalam Taurat itu sendiri, melainkan karena melalui Taurat ini Allah menyapa manusia.
Kesukaan kepada Taurat berarti memiliki makna sebagai keinginan untuk disapa oleh Allah dan ini lahir dari suatu kerinduan yang berdasarkan pada cinta kasih kepada Tuhan dan membawa manusia kepada suatu keakraban antara yang mencintai dan yang dicintai.
Ayat 3 merupakan gambaran dari orang yang hidup di dalam Taurat Tuhan. Pemazmur menggunakan penggambaran keadaan orang yang kesukaannya adalah Taurat Tuhan seperti pohon di tepi aliran air. Pohon di tepi aliran disini bermakna bahwa seseorang yang kesukaannya adalah Taurat adalah orang yang sangat dekat dengan sumber kehidupan. Jadi mereka yang menyukai Taurat Tuhan akan senantiasa berelasi dengan Tuhan.
Kata ditanam disini dalam bahasa Ibrani adalah shatul dan makna kata ini berarti tidak sekedar tertanam, melainkan sesuatu yang tertanam dan berakar dengan baik.12 Keberakaran seseorang terhadap Taurat akan membuat seseorang tertancap dan setia berpegang kepada ajaran dan kehendak Tuhan. Ia tidak akan mudah goyah dan berkhianat terhadap ajaran tersebut. Keberakaran ini juga membawa seseorang kepada kebahagiaan di dalam hidup. Kebahagiaan disini merupakan kebahagiaan ketika seseorang berelasi langsung dengan sumber kehidupan. Relasi dengan Tuhan berarti berada di pihak Tuhan dan dengan demikian maka apa pun yang dilakukan oleh orang tersebut akan membuahkan buah yang baik, yaitu yang membawa dampak yang baik yaitu bagi dirinya sendiri maupun bagi banyak orang. “Tidak akan layu” berarti ia yang berelasi dengan Tuhan akan senantiasa mengalami kesegaran secara terus menerus. Jiwanya akan terus senantiasa segar secara rohani, dan kebahagiaan akan senantiasa melingkupi kehidupannya.
Ayat 4 disini merupakan pernyataan yang menentang dari karakter yang tadi sudah dikemukakan pada ayat sebelumnya. Seperti sastra kebijaksanaan pada umumnya, disini juga terdapat perbandingan antara dua karakter, yaitu karakter orang benar dan karakter orang fasik. Perbandingan disini bukan bermaksud pada yang mana yang lebih baik daripada yang satunya, melainkan perbandingan disini bermakna bahwa hanya ada dua pilihan jalan hidup, menjadi fasik atau menjadi orang yang hidup.13 Jadi disini tidak ada sedikit/agak baik atau sedikit/agak jahat.
Ayat 4 berisi tentang karakter orang fasik yang digambarkan seperti sekam yang ditiupkan angin. Sekam yang ditiupkan angin disini berarti adalah kebalikan dari kondisi yang berakar dari orang yang berpegang pada Taurat. Orang fasik digambarkan sebagai kondisi yang tidak berakar dan sangat mudah ditiupkan oleh keadaan. Orang fasik disini digambarkan sebagai sifat yang tidak memiliki integritas pada dirinya. Ia orang yang mudah dipengaruhi keadaan atau orang lain. Ia Bergerak kemanapun angin perubahan menggerakannya.
Ayat 5 disini melanjutkan penggambaran sebagai orang fasik. Dikatakan bahwa orang fasik tidak akan tahan di dalam penghakiman. Penghakiman yang disebutkan disini tidak jelas menunjuk pada penghakiman yang mana? Penghakiman yang akan terjadi di dalam dunia ini atau penghakiman pada hari Tuhan? Akan tetapi secara literer kata penghakiman disini bermakna kini dan sekarang.14 Keadilan yang akan datang itu dinyatakan bahwa akan segera datang dan hadir di dalam kehidupan. Nampaknya pemazmur disini berangkat dari suatu realita yang terjadi di sekitarnya, yaitu bahwa orang fasik akan bernasib buruk.
Dalam ayat 1 digambarkan nampaknya lingkungan yang digambarkan adalah kefasikan. Nampaknya kefasikan merupakan sesuatu yang umum dan banyak mempengaruhi kehidupan sekitarnya. Namun, pada ayat 5 keadaan digambarkan sebaliknya, yaitu orang berdosa yang tidak akan tahan di dalam kumpulan orang benar. Pemazmur disini nampaknya hendak menggambarkan keadaan akan terjadi pada orang fasik. Kefasikan tidak lagi menjadi sesuatu yang mempengaruhi, melainkan kefasikan menjadi minoritas. Pemazmur memiliki anggapan bahwa semua yang terjadi kepada orang fasik akan berubah nantinya.
Ayat 6 berbicara tentang jalan orang benar. Disebutkan bahwa Tuhan mengenal jalan orang benar. Kata mengenal memiliki makna aslinya mengetahui. Dengan ungkapan ini pemazmur hendak menyuarakan suatu relasi antara manusia dengan Allah. Mengetahui disini memiliki mana kepedulian dan bimbingan personal.15 Ketika pemazmur bicara tentang mengetahui disini maka maknanya adalah suatu relasi. Disini Allah memberikan perhatiannya kepada orang benar, Allah membimbingnya dan memperhatikan nasib orang benar ini.
Kata-kata berikutnya yang melanjutkan adalah gambaran mengenai nasib yang sebaliknya terhadap orang fasik. Orang fasik akan menuju kebinasaan karena jalannya ini mengikuti kehendaknya sendiri dan bukan kehendak Allah.

Pesan Teologis
Penderitaan orang benar/orang yang jalan dalam kehendak Tuhan dan kemakmuran orang fasik seringkali menjadi masalah teologis. Dalam realita kehidupan, yang sering terjadi adalah bahwa orang jahat seringkali nasibnya baik sedangkan orang baik nasibnya justru buruk. Mazmur disini mengajak para pendengarnya untuk senantiasa berjalan di dalam kehendak Tuhan (orang benar) dan ia memberikan gambaran bahwa nasib orang benar pada akhirnya adalah berujung pada sesuatu yang baik dan kefasikan pada kebinasaan. Walaupun pada kenyataannya “sekarang” orang fasik tetap hidup dalam kemakmuran, tapi pada kenyataannya orang fasik nantinya akan bernasib buruk.
Nasib baik pada orang benar disini nampaknya tidak dilihat hanya sebagai keadaan makmur atau hidup yang bergelimang harta. Apa yang baik atau kebahagiaan yang diperoleh oleh orang benar disini adalah karena dirinya tidak berjalan di dalam kefasikan. Berjalan di dalam kebenaran itu sendiri adalah sesuatu kebahagiaan tersendiri. Bahagia karena ia tahu mana yang baik dan mana yang buruk serta dapat mengerti harus memilih yang mana. Berjalan di dalam kehendak Allah itu sendirilah yang merupakan kebahagiaan.
Hal yang cukup penting disini adalah mengenai relasi dengan Allah. Relasi dengan Allah digambarkan dengan pohon yang berakar di tepi aliran air. Disini digambarkan bahwa orang benar memiliki relasi dan koneksi dengan sang Sumber Kehidupan. Relasi manusia dengan Allah disini juga merupakan suatu kebahagiaan tersendiri. Kebahagiaan ketika seseorang bisa hidup di dalam Taurat (jalan dan penyataan kehendak Tuhan) dan pekerjaan apa saja yang diperbuatnya akan membuahkan sesuatu yang baik (berfaedah).
Taurat merupakan suatu ajaran Allah dimana Allah menyatakan dirinya. Melalui Taurat, Allah menegur dan menyapa manusia, melalui Taurat ini juga Tuhan membentuk manusia. Dalam Taurat ini manusia berkomunikasi dan berelasi dengan Allah. Disini pemazmur mencoba mengetengahkan pernanan penting Taurat di dalam kehidupan manusia. Relasi antara manusia dan Allah menjadi tema sentral disini. Kebahagiaan terbesar seorang manusia adalah ketika dapat senantiasa berelasi dengan Allah.

Daftar Pustaka
Gerstenberger. Erhard. S. 1999. Introduction Psalms 1 With an Introduction to Cultic Poetry. Michigan: Eerdmans Publishing
Barth. M.C. dan B.A. Pareira. 1997. Tafsiran Alkitab Mazmur 1-41, Jilid II. Jakarta: BPK-Gunung Mulia
Weiden. Wim van der.1994. Seni Hidup: Sastra Kebijaksanaan Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius
Mays. James. 1994. Interpreting Psalms: A Bible Commentary for Teaching and Preaching. Louisville: John Knox Press
Sarna. M. Nahum. 1993. On the Book of Psalms: Exploring The Prayer of Ancient Israel. New York: Shocken Books

Selasa, 02 Juni 2009

Kristologi Dalam Konteks Islam di Indonesia

1. Pendahuluan
Dialog antariman dalam rangka upaya saling memahami agama satu dengan yang lain sudah sering dilakukan. Dialog ini mencoba menjembatani memberikan pengertian ajaran agama yang satu kepada yang lain dan sebaliknya. Upaya dialog bukanlah untuk mencampuradukan agama apalagi membentuk suatu agama baru. Dialog berusaha memaparkan pemahaman suatu agama melalui istilah dan alam pikir agama lain. Upaya semacam ini diusahakan agar dapat memberi penjelasan yang sesuai dengan konteksnya. Dialog ini bukan dalam rangka menemukan kesalahan atau kelemahan pada agama lain. Dialog ini merupakan suatu upaya pengertian guna menumbuhkan rasa saling menghormati antar agama.
Dalam rangka dialog, kekristenan juga berupaya berdialog dengan agama lain. Agar mudah dimengerti, Kekristenan juga mencoba menjelaskan dan memaparkan ajaran agamanya menurut istilah dan alam pikir agama lain. Para teolog mencoba untuk melahirkan suatu teologi yang kontekstual dengan alam pikir agama lain agar dialog terjalin dengan baik. Salah satu yang ajaran yang perlu dikoktekstualisasikan adalah ajaran mengenai Yesus Kristus. Kristologi menjadi sesuatu yang sentral di dalam agama Kristen. Kristologi bisa dibilang sebagai inti ajaran Kristen dan hal inilah yang cukup penting untuk dikonteksualisasikan dalam ajaran agama lain.
Di Indonesia kekristenan hidup berdampingan dengan agama Islam. Islam merupakan agama yang dipeluk oleh mayoritas penduduk di Indonesia. Di Indonesia perselisihan antara bernafaskan agama sering terjadi. Perselisihan ini tak jarang juga berujung pada konflik. Walaupun sebenarnya masalahnya adalah masalah politik atau ekonomu, namun tak jarang masalah politik ini dihembusi oleh nafas agama oleh oknum-oknum tertentu yang memperoleh keuntungan dari perselisihan ini. Bisa dibilang masyarakat hanya menjadi korban dari sebagian orang yang mengutamakan kepentingan politik atau ekonominya.
Dialog dan upaya pemahaman antara agama ini diharapkan mampu mengurangi potensi-potensi konflik yang terjadi. Dalam hal ini Kekristenan berupaya untuk mengkontekstualisasikan Kristologinya guna mengarah pada suatu dialog. Tentu ada berbagai kesulitan yang terjadi, yang dikarenakan oleh adanya perbedaan terminologi dan alam pikir antar agama yang berbeda. Perlu suatu upaya dari Kekristenan sendiri memahami alam pikir agama Islam dalam konteks Indonesia. Dengan memahami istilah dan alam pikir yang kerap kali digunakan di dalam Islam, maka niscaya dialog akan terjalin dengan baik.
2. Isi
2.1 Islam di Indonesia

Islam di Indonesia merupakan Islam yang berbeda dengan Islam yang berada di dalam negara-negara lainnya. Islam di Indonesia merupakan kelompok mayoritas, bahkan Indonesia disebut sebagai negara yang memiliki penduduk muslim terbanyak di dunia. Penyebaran Islam di Indonesia dilakukan melalui pedagang-pedagang Islam dari Gujarat dan India. Sebelum Islam masuk ke tanah Nusantara, aliran kepercayaan seperti animisme dan dinamisme serta ajaran Hindu-Budha sangat mendominasi masyarkat di Nusantara. Kedatangan para pedagang Islam yang menyebarkan agama Islam di Indonesia itu semula dilakukan hanya untuk berdagang. Kebanyakan dari mereka menetap di tanah Nusantara dan mereka berdagang sambil menyebarkan Islam. Istilah yang sering kita dengar adalah syiar.
Dalam perbincangan-perbincangan para pedagang Islam dengan orang pribumi itulah orang-orang Islam melakukan syiar. Penyebaran Islam tidak hanya dilakukan dengan hal ini, akan tetapi juga dengan cara menikahi perempuan-perempuan pribumi. Syiar Islam saat itu yang biasa dianggap umat Muslim sekarang sebagai penyebaran agama dengan jalan damai ini terus dilakukan dan ajaran ini berkembang pesat hingga mengalahkan dominasi agama-agama pribumi.
Dalam perkembangannya, tidak dapat kita pungkiri bahwa Islam di Indonesia berkembang di bawah pengaruh animisme, dinamisme dan ajaran Hindu-Budha. Pengaruh ajaran ini tidak sama sekali hilang ketika seorang pribumi memeluk Islam. Ajaran-ajaran tersebut ada yang dibuang akan tetapi ada juga yang tetap dipegang. Ajaran tersebut masih sangat berpengaruh hingga perkembangan Islam pada masa sekarang. Dapat dilihat bahwa ada gejala-gejala bahwa animisme, dinamisme dan ajaran Hindu-Budha ikut mempengaruhi perkembangannya. Apa yang membedakan Islam di Indonesia dengan Islam di Negara lain adalah bahwa perkembangan Islam di Indonesia sangat dipengaruhi mistisisme.
Praktek-praktek budaya pra-Islam salah satunya nampak di dalam kehidupan keraton jawa. Praktek-praktek ini hanya memberi takaran yang minim terhadap ajaran Islam, seperti misalnya perayaan sekaten. Jika kita cermati, justru yang terjadi di Indonesia adalah ajaran Islam yang tidak menjadi yang utama tapi menjadi yang hanya diberi sedikit porsinya. Disini nampak jelas pengaruh animisme, dinamisme dan ajaran Hindu-Budha di dalam perkembangan Islam di Indonesia yang masih sangat kental.
2.2 Pandangan Umum Orang Islam Terhadap Yesus Kristus
Jika kita mencermati buku-buku dan isu yang beredar di Indonesia, maka kita akan melihat ada upaya dari umat Muslim di Indonesia guna memahami Kekristenan itu sendiri. Akan tetapi saya melihat bahwa kebanyakan dari mereka mencoba menjelaskan dan mengartikan Kristus dari sudut pandang dan alam pikir Islam. Kebanyakan umat Muslim di Indonesia pun sudah jatuh pada penghakiman awal bahwa Kekristenan adalah ajaran agama yang berbeda dengan mereka dan dianggap sebagai agama yang sesat karena menganggap Yesus sebagai Tuhan. Upaya pemahaman tentang Kristus oleh umat Islam di Indonesia masih bersifat eksklusif dan sama sekali menolak unsur-unsur kebenaran yang terdapat di dalam Kekristenan. Tentu saja tidak semua umat muslim seperti ini, namun sebagian besar upaya pemahamannya masih seperti ini.
Hal utama yang seringkali ditolak oleh umat Muslim dalam pandangan Kristen adalah mengenai keilahian dan kemanusiaan Kristus. Mereka menganggap bahwa tak mungkin bahwa seseorang itu ilahi sekaligus manusiawi. Mereka menganggap Yesus hanyalah seorang nabi dan sama seperti nabi yang lainnya. Mereka sama sekali menolak keilahian Yesus karena itu semua tidak sesuai dengan ajaran agama mereka.
Mereka juga menolak bahwa Allah diperanakan di dalam rahim Maria. Biasanya mereka menolak pemahaman ini karena bertentangan dengan ajaran mereka, seperti yang tertulis di dalam Al-Quran dalam surat Al-Ikhlas, yaitu bahwa Tuhan itu Esa dan Dia tidak diperanakan. Pemahaman yang sering muncul dalam umat Muslim adalah bahwa umat Kristen menganggap bahwa Allah mengawini Maria hingga kemudian lahirlah Yesus. Mereka tidak bisa menerima pandangan bahwa Allah melakukan hubungan seksual dengan manusia. Kemungkinan dalam perkembangan Islam ada sedikit pengaruh dari alam pikir Yunani. Dalam tradisi Yunani kita mengenal bahwa seringkali para Dewa melakukan hubungan seksual dengan manusia hingga akhirnya manusia melahirkan anak manusia setengah dewa. Misalnya: cerita mengenai Zeus yang mengawini seorang manusia dan melahirkan Hercules. Saya menduga bahwa pemahaman akan Kristus yang coba dipahami oleh umat Islam juga ternyata dipengaruhi alam pikir Yunani. Karena jika kita cermati, ajaran Islam juga banyak terpengaruh alam pikir Yunani. Misalnya: Pemahaman bahwa Muhammad pernah sampai pada langit ke tujuh. Jika Kristologi ini dimengerti di dalam alam pikir Yunani yang sama sekali ditolak oleh umat Muslim (tentang Allah yang memperanakan dan diperanakan). Maka Kristologi mengenai keilahian Kristus tidak akan dapat dimengerti.
Ketika para pedagang Islam menyebarkan Islam, tentu mereka melihat perkembangan ajaran agama penduduk setempat yang mereka anggap politheis. Hal ini tentu berbeda dengan prinsip Islam dan ketika seseorang masuk Islam, maka ajaran ini haruslah dibabat habis dan ditekan sama sekali. Ajaran mengenai Tuhan yang Esa adalah sangat penting saat itu dan tak boleh sama sekali mempengaruhi ajaran Islam. Karena di dalam Islam kemurnian ajaran sangatlah penting. Saya mengira hal ini juga berdampak pada umat muslim sekarang yang sangat tegas ketika menghadapi ajaran lain, terkhusus bagi ajaran Trinitas di dalam Kekristenan.

Hal lain yang tidak bisa dimengerti oleh umat muslim adalah ketika kematian Yesus dianggap sebagai kematian yang menebus manusia. Dalam pemahaman mereka Yesus adalah seorang nabi dan seorang nabi tentu saja seharusnya tidak mati, karena Tuhan melindungi nabi-nabi-Nya dari bahaya. Mereka menganggap bahwa jika Tuhan mau mengampuni maka Tuhan hanya mengampuni dan tidak membutuhkan tindakan lain. Selain itu ada kesulitan lain dalam memahami Yesus yang ilahi karena kelemahan-kelemahan fisiknya. Misalnya saja Yesus yang ketakutan dan menangis. Kelemahan-kelemahan yang nampak di dalam Yesus, seperti yang disebutkan dalam Alkitab menjadikan pemahaman tidak bisa diterima oleh kalangan umat Muslim.
Hal-hal diatas merupakan kesulitan yang dialami umat muslim pada umumnya untuk memahami Kristus. Akan tetapi di Indonesia memiliki sedikit perbedaan akan kesulitan yang dialami umat Muslim dalam upaya memahami Yesus. Saya membagi beberapa bagian, yaitu kesulitan pada pemahaman akan keilahian Kristus, Yesus sebagai Anak Allah dan ajaran Trinitas
Alam pikir Islam Tradisional tidak dapat mengerti tentang inkarnasi, Anak Allah dan Trinitas karena memang tidak terdapat di dalam Al-Quran. Jelas bahwa perbedaan alam pikir antara kedua agama ini tidak dapat terjembatani. Apa yang terjadi dalam upaya pemahaman tentang Kristus dalam konteks Islam biasanya menggunakan alam pikir yang non-Kristen atau non-Alkitabiah. Hal ini rasanya menyebabkan upaya penjelasan umat Kristen terhadap umat Muslim menjadi sesuatu yang cukup menyulitkan.
Maka dari itu perlu bagi kita menyebrangi ke dalam agama muslin dan mempelajari terminologi, istilah dan alam pikir yang digunakan di dalam Islam. Dengan demikian maka kita akan dapat mencoba menjelaskan itu semua dalam alam pikir Islam.
2.3 Keilahian Yesus Kristus
Umat muslim terkadang kurang dapat menerima bahwa Yesus adalah ilahi karena suatu penjelasan bahwa Yesus adalah anak Allah yang dikandung di dalam rahim Maria. Mereka tidak dapat menerima hal ini karena hal ini terdengar cukup aneh di telinga mereka. Dalam Islam Yesus dikenal sebagai nabi Isa dan Nabi Isa di dalam Al-Quran dijelaskan sebagai yang tidak diciptakan, melainkan diktum “kalimat Allah” yang diletakkan oleh Allah tanpa proses pembuahan (QS. an-Nissa 4:171). Hal ini juga serupa dengan keterangan yang diberikan di dalam bahwa Yesus lahir bukan karena bertemunya sperma dengan ovum. Pada ayat Al-Quran ini juga diterangkan bahwa sebelumnya Allah memberi tahu Maria. Maria bertanya-tanya dan terheran-heran, bagaimana ia akan mengandung dan melahirka karena tidak ada seorang laki-laki pun yang menyentuhnya. Jika kita cermati, nampaknya keterangan ini hampir sama dengan keterangan yang diberikan oleh injil.
Di dalam ilmu kalam Islam pengertian kalimat Allah atau firman Allah dimengerti sebagai suatu sifat, sedangkan Allah adalah Dzat. Dari pengertian ini kita dapat menjelaskan Injil Yohanes mengenai kalimat “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.” Firman adalah sesuatu yang senantiasa melekat dan tidak terpisahkan dari Allah. Sebenarnya pemahaman umat Muslim mengenai Firman hampir sama dengan yang ada pada ajaran Kristen.
Bagi umat Muslim, Al-Quran adalah Firman Allah yang turun ke dunia. Di dalam Alkitab juga dikatakan bahwa Yesus adalah Firman Allah yang berinkarnasi di dalam dunia. Disini kita kedua teks tersebut sebagai suatu jembatan untuk berdialog. Bambang Noorsena setuju dengan pendapat Hosein Nassr, seorang Islam dari Iran yang mengatakan bahwa Islam gagal memahami inkarnasi Yesus karena ia memakai kacamata Islam untuk memahami agama lain, yang salah satu contohnya adalah ketika Isa disamakan dengan Muhammad dan Injil disamakan dengan Al-Quran. Al-Quran itu nuzul (diturunkan) sedangkan Yesus dilahirkan. Keduanya memiliki sifat material dan immaterial. yunani
Hal ini biasanya menjadi suatu titik kesalahpahaman antara Islam dan Kristen. Dalam Islam, Firman itu menjelma secara tekstual, akan tetapi di dalam Kekristenan ini menjadi sesuatu yang kontekstual karena Firman tersebut telah menjadi manusia. Di dalam kekristenan, Firman tidak diartikan sebagai sesuatu yang kelihatan, melainkan sebagai sesuatu yang tidak kelihatan. Firman yang tidak kelihatan itulah yang menjelma di dalam diri Yesus Kristus. Disinilah letak kemanusiawian Yesus dan keilahian Yesus. Yesus sebagai yang 100% ilahi dan 100% manusiawi. Demikian juga halnya dengan Al-Quran yang adalah 100% Firman Allah, tetapi Firman Allah tersebut hadir dengan mengambil bentuk ruang dan waktu. Hal ni dikarenakan Al-Quran yang diturunkan di dalam dalam konteks budaya Arab dan menggunakan bahasa Arab.
Al-Quran dalam Islam sebagai sesuatu yang bukan diciptakan oleh Allah. Dalam hadits juga dikatakan bahwa: “Barangsiapa yang mengatakan Al-Quran tercipta maka dia kafir.” Tentu saja dalam hal ini bukanlah sebagai bendanya, akan tetapi Al-Quran dalam arti Firman Allah yang kekal dan menjelma di dalam bentuk bahasa Arab itu. Demikian pula dengan Yesus sebagai Tuhan bukanlah Tuhan yang kelihatan melainkan yang tidak kelihatan. Ajaran gereja mengatakan bahwa Yesus: “Genitum non factum” (dilahirkan, tidak diciptakan). Disini posisi nabi Isa sama dengan Al-Quran sebagai Firman Allah dan Maria sama dengan Muhammad sebagai penerima Firman itu. Firman yang menjadi manusia mengambil wadah di dalam rahim Maria yang merupakan Perawan, sedangkan Firman yang mewujud di dalam Kitab, penerimanya adalah Nabi Muhammad yang buta huruf.
2.4 Kristus Sebagai Anak Allah
Seringkali ada kesulitan dalam memahami bahwa Yesus adalah anak Allah. Di dalam Al-Quran, Yesus juga tidak dikenal sebagai Anak Allah, Yesus justru lebih banyak dipuja sebagai hamba Allah. Yesus berkali-kali disebut sebagai Anak Allah di dalam injil dan hal ini yang membuat kebingungan di kalangan umat Muslim mengenai kristologi yang berbeda yang berkembang di dalam kekristenan. Anggapan yang beredar (khususnya di Indonesia) bahwa makna anak Allah ini adalah sebagai yang diperanakan oleh Allah. Karena hal ini tidak sesuai dengan ajaran umat Muslim, maka umat muslim tidak dapat menerima hal ini. Surat al-Ikhlas biasanya digunakan untuk menghakimi orang-orang Kristen. Surat al-Ikhlas tersebut berbunyi demikian: Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." Surat ini biasanya wajib dihafalkan oleh anak-anak yang mengenyam bangku sekolah di sekolah negri atau sekolah Islam.
Pertama-tama kita perlu tahu konteks ayat ini. Ketika ayat ini diturunkan, Muhammad sedang menghadapi sekte-sekte bidah di daerah Arab yang menganggap bahwa Tuhan adalah tiga. Ketika itu Muhammad sedang menghadapi ajaran triteisme yang beredar dan berkembang di daerah Arab. Hal ini tentu saja dengan ajaran gereja yang juga tidak menganggap Allah itu tiga. Hal ini dijelaskan di dalam konsili gerejja yaitu pada konsili Lateran IV. Bunyinya ternyata hampir sama dengan salah satu ayat di dalam surat al-Ikhlas: “Lam Yalid walam Yulad” dan di dalam konsili tersebut ditegaskan di dalam bahasa latin: “et illa tes natura divina non ets generan neque genita” yang artinya adalah bahwa Dzat itu tidak beranak dan tidak diperanakkan. Memang agak sedikit berbeda tapi hendak menegaskan prinsip yang sama.
Yang perlu diketahui adalah bahwa hubungan Anak Allah dan Bapa antara Yesus dan Allah bukanlah dimengerti secara lahiriah. Kata “Anak Allah” seharusnya dimengerti sebagai kedekatan hubungan antara Yesus dengan Allah. Anak Allah juga bukanlah di dalam pengertian bahwa Allah memperanakkan Yesus Kristus. Pada dasarnya, Islam dan Kristen adalah agama yang sama-sama mengakui Tuhan yang Esa. Yang seringkali terjadi adalah upaya pemahaman seringkali hanya menggunakan alam pikir agama masing-masing.
2.5 Ajaran Trinitas
Ajaran Trinitas adalah ajaran cukup sulit untuk diterima oleh kalangan umat Muslim di Indonesia. Ketika Islam masuk ke Indonesia, agama Islam banyak mendominasi dan membabat habis ajaran-ajaran atau aliran-aliran kepercayaam yang beredar, seperti ajaran animisme, dinamisme, ataupun ajaran Hindu-Budha. Kita mengetahui bahwa dalam agama Hindu-Budha terdapat banyak dewa-dewa yang disembah. Ketika seseorang menjadi Islam maka ajaran bahwa ada banyak dewa ini adalah hal yang salah dan ditentang habis-habisan. Karena banyak pengaruh Hindu-Budha maka agar ajaran Islam tidak tercampur dengan ajaran lain maka hal yang penting adalah bahwa Tuhan adalah Esa. Kemungkinan pembawa agama Islam itu tidak mau jika terjadi percampuran di dalam ajaran Islam dan Hindu-Budha. Ajaran adanya banyak dewa ini juga sesuatu yang sangat berbeda dan di tentang oleh ajaran Islam. Islam hanya mengakui satu Allah dan pengakuan bahwa Allah lebih dari satu adalah hal yang salah.
Pengertian bahwa Hindu-Budha adalah ajaran agama yang politheis adalah sesuatu yang masih beredar diantara kita sekarang ini. Ini juga yang ditolak oleh umat Muslim. Penegasan bahwa Allah itu adalah Esa menjadi sesuatu yang sangat ditekankan di dalam ajaran umat Muslim dan penyebarannya di Indonesia. Kemungkinan ini juga berdampak pada pola pemahaman yang salah tehadap Trinitas. Sebagian besar umat Muslim menganggap bahwa Trinitas merupakan triteisme atau bisa juga dibilang sebagai politheisme. Perlu ada upaya penjelasan yang mamahami alam pikir Islam dalam hal ini.
Bambang Noorsena menggunakan ayat Al-Quran untuk menjelaskan ajaran mengenai trinitas kepada umat Muslim. Ia menggunakan istilah dalam Islam yang sering mengatakan “inalaha ma’ash shabirin” yang artinya adalah Tuhan beserta orang sabar. Ia mengatakan bahwa tentu jumlah orang sabar di dunia ini ada lebih dari satu bahkan bisa jutaan. Jika demikian apakah Tuhan menjadi berjumlah seribu? Hal ini merupakan logika matematik dan tak bisa disamakan dengan logika metafisik. Disini dapat kita lihat bahwa manusia memiliki keterbatasan matematis sehingga manusia tak bisa mengerti Allah. Trinitas berarti satu hakikat tiga pribadi.
Dalam upaya mengembangkan suatu ajaran Trinitas yang dapat dijelaskan dalam konteks Islam, Banawiratma menggunakan apa yang ia sebut sebagai paradigma mediasi. Senada dengan Bambang Noersena, ia juga menyejajarkan Kristus dan Al-Quran sebagai Firman Allah (dabar, logos, kalimah). Sebagaimana Islam, di dalam Kristen, Allah sebagai Allah yang Esa, sedangkan Roh Kudus disejajarkan dengan malaikat Jibril. Di dalam budaya Semit, termasuk Arab dan Yahudi, Jibril dikenal sebagai manifestasi Allah. (Gabriel= kekuatan Allah, utusan Allah; Mikhael: Siapa yang sederajat dengan Tuhan; Rafael: Allah menyembuhkan). Ketika seorang manusia berdoa dan menggunakan ayat-ayat Al-Quran, maka hal ini sifatnya adalah manusiawi dan apa yang membuatnya menjadi ilahi hanyalah kekuatan Allah. Di dalam Kristen inilah yang disebut sebagai Roh Kudus. Roh Kudus adalah yang memampukan dan menguatkan manusia. Roh Kudus dan Malaikat Jibril disini diposisikan sama yaitu sebagai yang memberi kekuatan atau memampukan Allah.
3. Penutup
Para teolog Kristen telah mencoba untuk merumuskan Kristologi yang sesuai dengan konteks Islam. Perbincangan teologis antara Kristen dan Islam menemui kesulitan ketika berbicara tentang Kristus. Upaya perumusan Kristologi ini tentu saja tidak bisa dilakukan dengan sembarangan saja. Jika hal ini dilakukan tanpa kriteria atau batasan yang jelas, maka yang terjadi bisa jadi pencampuran antara kedua ajaran agama.
Seperti yang dikemukakan oleh Roger Haight bahwa Kristologi sebaiknya mememgang kriteria tertentu. Ada tiga kriteria yang ia kemukakan, kriteria yang Kristologi harus setia pada tradisi. Tradisi yang dimaksud disini adalah Alkitab dan tradisi gereja (tentang bagaimana Yesus merumuskan pandangan tentang Yesus. Kristologi seharusnya memegang hal ini agar orang tidak berbicara sembarangan mengenai Kristus. Kalau kita tinjau Kristologi dalam konteks Islam ini, nampaknya kristologi ini masih memegang tradisi gereja dan Alkitab. Kristologi dalam konteks Islam di Indonesia hanya mencoba menjelaskan ajaran Alkitab dan tradisi gereja dengan bahasa, terminologi dan alam pikir Islam.
Kriteria yang kedua adalah Kristologi haruslah kristologi yang dapat dijelaskan dalam dunia masa kini. Bisa dikatakan bahwa Kristologi haruslah kontekstual. Kristologi harus bersifat dinamis dan terus diperbaharui seiring perkembangan zaman dan kebutuhan. Kristologi di dalam konteks Islam ini merupakan Kristologi yang berupaya menjawab kebutuhan untuk suatu dialog dengan umat Muslim. Kristologi ini adalah Kristologi yang mencoba mengkontekstualisasikan dirinya di dalam ajaran agama lain, sehingga agama lain dapat mengerti apa dan mengenal siapa Kristus. Saya pikir kriteria kedua ini juga cocok dengan Kristologi yang coba dirumuskan di dalam konteks Islam. Kristologi ini cocok dengan konteks jemaat Indonesia dimana mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Islam dan tentu saja kita harus berdialog.
Kriteria yang ketiga adalah Kristologi harus memberdayakan dan menguatkan kehidupan umat Kristen. Kristologi ini harus dapat meresap dalam kehidupan spiritual seseorang. Kristologi ini bisa membuat kehidupan seseorang lebih baik dan dapat menjawab masalah-masalah di dalam kehidupan. Saya rasa kristologi yang mencoba berbicara dalam alam pikir Islam ini juga merupakan Kristologi yang dapat memampukan dan memberdayakan orang Kristen. Dengan Kristologi ini maka seseorang diberdayakan untuk dapat berdialog dengan umat Muslim. Seseorang juga diberdayakan untuk menjalin hubungan yang baik dan harmonis dengan umat muslim, terutama bagi umat muslim di Indonesia.
Kristologi dalam Islam di Indonesia merupakan sumbangan dari para teolog-teolog yang menyadari pentingnya suatu dialog di dalam kehidupan bersama-sama dengan umat Muslim. Upaya dialog dan saling pengertian ini diharapkan juga dapat meredam potensi-potensi konflik antar agama. Perlu disadari bahwa Kristologi bukanlah sesuatu yang hanya dimiliki oleh orang Kristen saja. Kristologi adalah milik semua orang.
Yang terpenting pada saat ini adalah untuk terus mengkomunikasikan teks-teks Alkitab dengan konteks saat ini. Jika tidak demikian kita hanya akan jatuh pada Kristologi yang statis dan tidak memberdayakan orang Kristen. Kristologi harus terus bisa berkomunikasi dengan tantangan zaman dan menjawab kebutuhan suatu masyarakat tertentu.

Radikalisme Front Pembela Islam (FPI)

1. Pendahuluan
FPI adalah nama ormas Islam yang saat ini sangat dikenal di kalangan masyarakat Indonesia. Citra FPI di Masyarakat Indonesia adalah ormas Islam yang radikal dan anarkis. Dibalik itu semua ada sebagian masyarakat yang pro dengan tindakan-tindakan yang diambil FPI, namun juga ada yang kontra. Bagi kelompok yang kontra, aksi-aksi FPI sering kali dinilai sebagai bentuk ungkapan permusuhan dan agresivitas, yang di dalam ilmu sosial disebut sebagai radikalisme.
FPI mengklaim bahwa dirinya membela Islam. Sikap eksklusif dan tertutup adalah ciri khas yang nampak jelas di dalam ormas ini. Selain sikap ini, FPI juga memiliki ciri khas lain yang tak dimiliki oleh organisasi-organisasi Islam radikal lainnya, seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Laskar Jihad, dll. Kita perlu mengetahui dan mengenal FPI lebih dalam dan seberapa radikal sebenarnya ormas ini. Kita juga perlu mengetahui penyebab munculnya aksi-aksi anarkis yang muncul ini.
Banyak masyarakat yang tidak senang terhadap tindakan-tindakan FPI di beberapa tempat dan peristiwa. Banyak dari masyarakat Islam di Indonesia yang menganggap bahwa FPI membawa citra buruk bagi Islam. FPI menjadikan citra Islam di Indonesia semakin kian terpuruk di samping adanya pemboman-pemboman yang dilakukan oleh Jemaah Islamiyah di Indonesia. Anehnya, di tengah cercaan masyarakat yang sedemikian gencarnya, FPI tetap mengklaim bahwa dirinya benar dan bahwa dirinya membela Islam. Anggota FPI berpegang teguh dengan apa yang mereka yakini dan apa yang pemimpin mereka katakan. Untuk mengetahui alasan ormas ini muncul dan apa tujuan mereka, maka kita perlu mengenal FPI lebih dalam dengan mengetahu asasnya, keanggotaan, struktur organisasi, dll.

2.Isi
2.1 Radikalisme

Istilah radikal adalah istilah yang sering terdengar di telinga kita, namun biasanya masyarakat hanya ikut-ikutan mengatakan sesuatu adalah radikal tanpa benar-benar mengetahu apa makna dari radikal itu sendiri. Radikal yang banyak dikenal oleh masyarakat di Indonesia adalah sesuatu yang identik dengan kekerasan. Namun sebenarnya kita perlu mengetahui terlebih dahulu, apa sebenarnya makna dari radikal atau radikalisme itu sendiri. Apakah radikal atau radikalisme ini adalah sesuatu yang identik dengan kekerasan, seperti yang banyak dimengerti oleh masyarakat di Indonesia?
Kamus Webster memaknai radikal sebagai hal yang mendasar, mengakar, menuju atau dari akar. Perubahan yang radikal, misalnya, adalah perubahan yang mendasar, sangat besar, sehingga mencapai situasi baru yang berbeda sama sekali dari sebelumnya. Radikalisme adalah cara-cara menyelesaikan persoalan sampai ke akar-akarnya sehingga “tuntas” betul, yang muncul dalam bentuk-bentuk mengubah secara total, membongkar, meruntuhkan, “menjebol”. Kamus Umum Belanda-Indonesia yang dikarang S. Wojowasito mendefinisikan “radicaal” sebagai (1) mendalam hingga ke akarnya, (2) ekstrim, (3) berpendirian amat jauh.
Saat ini kita juga mengenal istilah radikal juga diberikan kepada Yesus, Nabi Muhammad SAW dan juga Sidharta Gautama ( Sang Budha). Pada kenyataannya Tokoh-tokoh yang menjadi inspirasi agama ini adalah juga dikatakan sebagai tokoh yang radikal. Jika kita cermati, nampaknya ada penyempitan makna akan radikal dan radikalisme itu sendiri. Istilah radikal di Indonesia dikenai pada seseorang ataupun komunitas sebagai sesuatu yang negatif tanpa alasan dan sebab yang jelas. Istilah radikal yang banyak digunakan oleh kaum elit politik saat ini justru mengaburkan dan mempersempit makna radikal tersebut. Makna radikal yang digunakan oleh para elit politik dan kalangan intelektual lainnya adalah sebagai sesuatu tindakan penolakan atas sesuatu yang sedangterjadi ataupun berlangsung dan mencoba menggantikan tatanan nilai yang lama dengan yang baru.
Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta sudah menerbitkan hasil penelitiannya dalam bentuk sebuah buku berjudul “Gerakan Salafi Radikal di Indonesia.” Dalam buku ini disebutkan kriteria-kriteria Islam radikal, antara lain:
1. Kelompok yang mempunyai keyakinan ideologis tinggi dan fanatik yang mereka perjuangkan untuk menggantikan tatanan nilai dan sistem yang sedang berlangsung;
2. Dalam kegiatannya mereka seringkali menggunakan aksi-aksi yang keras, bahkan tidak menutup kemungkinan kasar terhadap kegiatan kelompok lain yang dinilai bertentangan dengan keyakinan mereka,
3. Ketiga, Secara sosio-kultural dan sosio-religius, kelompok radikal mempunyai ikatan kelompok yang kuat dan menampilkan ciri-ciri penampilan diri dan ritual yang khas.
4. Kelompok ‘Islam radikal’ seringkali bergerak secara bergerilya, walaupun banyak juga yang bergerak secara terang-terangan.
Dari empat sumber di atas maka akan banyak sekali kelompok-kelompok atau orang yang dikategorikan sebagai “Islam Radikal”. Tidak heran jika kemudian dari hasil penelitian Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta mengatakan ada empat kelompok yang mendapat cap “salafi radikal” dalam buku ini, yaitu Front Pembela Islam (FPI), Laskar Jihad, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), dan Hizbuttahrir. Koordinator Jaringan Islam Liberal Hamid Basyaib juga mengatakan ada sekitar 13 juta orang Islam di Indonesia, terlibat dalam gerakan Islam radikal dan ini berarti sebanyak 6,5 persen dari total penduduk Indonesia.
2.2 Berdirinya FPI
FPI dideklarasikan pada 17 Agustus 1998 (atau 24 Rabiuts Tsani 1419 H) di halaman Pondok Pesantren Al Um, Kampung Utan, Ciputat, di Selatan Jakarta oleh sejumlah Habaib, Ulama, Mubaligh dan Aktivis Muslim dan disaksikan ratusan santri yang berasal dari daerah Jabotabek. Hal ini berarti pendirian organisasi ini hanya empat bulan setelah Presiden Soeharto mundur dari jabatannya. Hal ini mungkin dikarenakan pada saat pemerintahan orde baru presiden tidak mentoleransi tindakan ekstrimis dalam bentuk apapun.
Arti kata “Front” mengacu pada pengertian di depan dan di dalam konteks Islam menjadi sebagai pembela paling depan. Kata “pembela” diambil dari ayat Al-Quran: “Ya ayyuha al-ladzina amanu kunu ansharallah”, yang berarti: Wahai engkau orang-orang yang beriman, jadilah engkau pembela/penolong Allah (QS. Ash-Shaff:14). Menurut Habib Rizieq, menjadi “pembela Allah” adalah menjadi pembela agama Allah. Agama Allah yang dimaksud disini adalah agama Islam, Inna al-dina inda Allah al-Islam, yang diartikan oleh mereka: Sesungguhnya agama yang diterima mereka adalah agama Islam (QS Ali Imran: 19). Mereka menganggap bahwa Islam adalah suatu identitas kolektif yang harus dibela. Organisasi ini dibentuk dengan tujuan menjadi wadah kerja sama antara ulama dan umat dalam menegakkan Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar di dalam setiap aspek kehidupan. Latar belakang pendirian FPI sebagaimana diklaim oleh organisasi tersebut antara lain:
1. Adanya penderitaan panjang ummat Islam di Indonesia karena lemahnya kontrol sosial penguasa sipil maupun militer akibat banyaknya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh oknum penguasa.
2. Adanya kemungkaran dan kemaksiatan yang semakin merajalela di seluruh sektor kehidupan.
3. Adanya kewajiban untuk menjaga dan mempertahankan harkat dan martabat Islam serta ummat Islam.
Mereka melakukan aksi-aksi mereka ditengah-tengah masyarakat yang tidak tahu bagaimana untuk mengambil tindakan. Masyarakat Indonesia berada di dalam posisi yang dilematis: bersikap resisten akan menyebabkan mereka dianggap radikal atau hanya menerima begitu saja dengan implikasi budaya yang begitu besar. Memang saat ini ada mediator persuasif yang dapat digunakan untuk melalui jalur formal, yaitu aparat hukum. Akan tetapi upaya ini cenderung ditinggalkan karena faktor ketidakpercayaan terhadap institusi-institusi hukum di Indonesia.
2.3 Profil FPI
2.3.1 Mazhab dan Firqah

Sebagai organisasi yang bernafaskan keagamaan tentulah FPI tidak akan terlepas dari wacana keagamaan. Dalam tradisi Islam, seseorang atau komunitas selalu mengidentifikasi diri dengan suatu mazhab dan firqah. Secara umum, FPI menganut mazhab Syafii (walaupun sebenarnya terdapat varian-varian lain dalam kesehariannya) dan mazhab salaf yang mereka anut ini tidaklah terkesan radikal, karena mereka masih toleran terhadap keberagaman lokal yang telah bercampur dengan unsur budaya.
Organisasi ini lebih cenderung menempatkan aqidah di atas segala-galanya dengan pemahaman yang rigid. Organisasi ini bersikap sangat keras dan kaku terhadap pelanggaran-pelanggaran nilai agama. Mereka sangat berpegang teguh terhadap ajaran dan aqidah Islam dan menolak sama sekali bentuk penyelewengan ajaran dan tindakan di luar ajaran Islam.
Berkaitan dengan firqah, FPI menganut aliran ahlu sunnah wa-al jamaah (disingkat: aswaja). Para pengikut aswaja, adalah mereka yang melakukan penggalian hukum Islam dengan mengakui Al-Quran, hadis, ijmak, dan qiyas sebagai sumber hukum dan beberapa metode yang digunakan oleh empat mazhab hukum yang dikenal dalam tradisi Islam: Maliki, Hanafi, Syafii dan Hambali. Yang dijunjung tinggi di dalam aswaja adalah selalu menjunjung tinggi nilai persatuan dan persaudaraan umat muslim, tidak mudah mengkafirkan muslim lainnya hanya karena permasalahan khilafih, mencintai Rasulullah, keluarga, keturunan dan sahabat-sahabatnya, mencintai para salafussalih, menghormati paara Imam Mazhab yang berpegang teguh pada Al-Quran dan hadis serta membuka pintu ijtihad sepanjang masih ada ahlinya.
Terkhusus dengan masalah pengkafiran, ada kaidah dalam aswaja yang telah baku dan dipegang serta diikuti secara patuh di dalam FPI. Dalam aswaja, seorang muslim dianggap kafir apabila melakukan pelanggaran-pelanggaran dalam hal keyakinan, perbuatan dan pekataan.
2.3.2 Asasi Perjuangan FPI
a.Asas

Jika kita mendengar namanya, sudah jelas organisasi ini adalah organisasi yang berasaskan Islam. Akan tetapi Islam menurut FPI adalah Islam yang kamil (sempurna) dan syamil (menyeluruh). Maksudnya adalah bahwa dengan mengatur masalah dan tata cara kehidupan manusia yang bersifat umum dan khusus. Di dalam hal apapun, seorang Muslim haruslah tunduk pada atran Islam secara utuh dan tidak setengah-setengah.
b. Visi, Misi dan Pedoman
Dalam menjalankan aksinya, tentulah FPI memiliki tujuan yang hendak mereka capai. Mereka juga mengharapkan akan adanya perubahan di masyarakat seperti yang mereka inginkan. Organisasi ini juga memiliki visi dan misi yang terus mereka pegang di dalam bersikap dan melakukan aksinya di tengah-tengah masyarakat.Visi dan misi FPI sangatlah lekat dengan latar belakang pendiriaannya, yaitu amar makruf dan nahi mungkar. Mereka menyimpulkan bahwa penegakan amar makruf adalah satu-satunya menghindari kezaliman dan kemungkaran. Penegakan ini harus berlangsung secara komprehensif dengan meliputi seluruh dimensi kehidupan, yang pada akhirnya akan berujung pada penerapan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam bertindak FPI juga bukan organisasi yang sembarangan bertindak. Organisasi ini juga memiliki pedoman sendiri dalam menjalankan setiap aksinya. Pedoman organisasi ini dirumuskan oleh para pendiri FPI dan mengadopsi secara seratus persen rumusan Hasan Al-Banna, pendiri organisasi Ikhwanil Muslimin. Rumusan tersebut adalah:
1. Allah adalah Tuhan dan tujuan kami. Di dalam pengertian ini, segala aksi dan bentuk pemikiran yang dijalankan oleh organisasi ini adalah bentuk ibadah dan ketundukkan pada Allah.
2. Muhammad Rasulullah adalah teladan kami. Hal ini berarti, segala perilaku Nabi Muhammad harus dijadikan pedoman, tidak hanya di dalam masalah ibadah , tapi juga seluruh perliaku hidup
3. Al-Quran adalah imam kami. Artinya, Al-Quran merupakan petunjuk, pedoman dan imam demi keselamaatan dunia dan akhirat. Menjadikan Al-Quran sebagai pedoman juga berarti menjadikan hadis sebagai pedoman.
4. Jihad adalah jalan kami. Jihad disini diartikan dalam pengertian mengarahkan segala kemampuan untuk menegakkan agama Allah. Jihad merupakan jalan perjuangan dalam menegakkan amar makruf nahi mungkar.
5. Mati syahid adalah cita-cita kami. Secara etimologis, syahid berasal dari kata syuhada yang berarti saksi. Biasanya kita dengar dengan artian pahlawan yang gugur di medan perang atau di jalan Allah. Mereka menganggap bahwa mereka yang mati demi menegakkan amar makruf nahi mungkar adalah mati syahid.
c. Semboyan, Moto dan Doktrin
Jika kita melihat dari visi, misi serta pedoman yang dipegang oleh FPI, maka kita dapat melihat bahwa nampaknnya organisasi ini berdiri berdasarkan inspirasi atas organisasi Ikhwanul Muslimin (IM). Semboyan yang diambil digunakan dari kata-kata terakhir Sayyid Qutb (salah satu tokoh IM) sebelum ia mati di tiang gantungan ketika berada di era Jamal Abdul Nasser: “Hidup mulia atau mati syahid.” Hal ini mengandung pengertian bahwa hanya orang yang mulia yang menginginkan mati syahid dan kesyahidan hanya dapat dicapai oleh orang yang hidupnya mulia. Sementara itu moto yang mereka ambil terinspirasi dari hal ini, yaitu: “Kebenaran tanpa sistem akan dikalahkan oleh kebatilan yang memiliki sistem.” Berkaitan dengan filsafat juang, FPI menguraikan dalam ungkapan: Bagi Mujahid, difitnah itu biasa, dibunuh berarti syahid, dipenjara berarti uzlah (menyepi, biasanya untuk kontemplasi), diusir berarti tamasya. Jadi apapun resiko yang diambil perjuangan harus tetap dilakukan.
Selain hal tersebut, ada lima doktrin yang digunakan untuk membangun militansi dalam organisasi. Hal tersebut adalah:
1. Mengikhlaskan diri, yaitu dengan meneguhkan niat dan keikhlasan demi Allah semata, sehingga menjadi pejuang sejati yang selalu bersemangat di dalam berjuang.
2. Memulai dari diri sendiri.
3. Kebenaran harus ditegakkan.
4. Setiap orang pasti akan mati. Maka dari itu diharapkan setiap aktivis FPI siap berebut untuk mati, berkorban demi Allah untuk menjadi syahid.
5. Menjadi mujahid atas para musuhnya. Maksudnya adalah bahwa perjuangan FPI merupakan jihad dan pelaku jihad disebut sebagai mujahid. Karakter mujahid ini tidak boleh lemah dalam menghadapi musuh dan tantangan.
2.4 Seberapa Radikalkah FPI?
FPI saat ini dikenal sebagai ormas Islam yang sangat radikal di dalam masyarakat. FPI dianggap bertindak sewenang-wenang dan sama sekali tidak menaati hukum yang berlaku. FPI juga tidak menaruh hormat pada aparat-aparat hukum di Indonesia. Sebenarnya apa yang terjadi sehingga membuat FPI melakukan tindakan-tindakan yang anarkis dan membuatnya dibenci oleh masyarakat.
FPI melakukan semua tindakan-tindakan tersebut bukannya tanpa alasan. FPI mengklaim bahwa dirinya memiliki tujuh juta orang anggota di Indonesia. Bagaimana bisa banyak dari anggota masyarakat yang ikut ambil bagian di dalam FPI dan bersikap sangat fanatik terhadap organisasi ini? Kita tidak bisa hanya mengacu pada indoktrinasi yang diberikan oleh para pemimpin-pemimpin FPI, tapi kita perlu melihat faktor lain yang menyebabkan hal ini.
Jika kita meninjau kembali, FPI bukanlah gerakan yang sangat radikal seperti gerakan-geraka lainnya. Apa yang FPI lakukan adalah upaya untuk menegakkan dan menjalankan semuanya sesuai dengan aqidah Islam. Organisasi ini dalam tujuannya tidak mencoba untuk menggantikan dasar negara Pancasila dengan Syariat Islam. Organisasi ini tidak termasuk pada organisasi yang mencoba menjadikan Indonesia sebagai Negara Islam. Negara Islam Indonesia (NII) saat ini sudah banyak melakukan pergerakan dan aksi-aksi dalam usahanya mengganti dasar negara, akan tetapi FPI sama sekali tidak termasuk di dalam faksi yang menjadi regenerasi dari NII. FPI adalah sebuah ormas Islam yang unik yang hanya berangkat dari rasa gerah akan tekanan dan ketidak adilan yang terjadi di dalam pemerintahan. Ini membuktikan bahwa FPI bukanlah suatu organisasi yang benar- benar radikal seperti yang tersebar di tengah masyarakat selama ini.
3. Tinjauan Kritis
Seperti yang dikemukakan di atas, FPI terbentuk empat bulan setelah Rezim Orde Baru runtuh. Pada masa Orde Baru, masyarakat banyak mengalami tekanan dari pemerintah. Masyarakat merasa bahwa dirinya sangat dibatasi di dalam bersikap, bertindak ataupun berpendapat. Nurcholis Madjid mengatakan bahwa ada “ledakan partisipasi” dari masyarakat setelah masa Orde Baru runtuh. Masyarakat yang sudah sekian lama ditekan dan dihabisi kebebasannya sudah gerah dan dalam masa pemerintahan yang baru ini mereka tidak mau lagi dibatasi kebebasannya dan tak mau lagi terulang pada penekanan tersebut.
Saat ini praktek KKN juga semakin marak di kalangan para elit politik dan pejabat pemerintahan bahkan aparat hukum sekalipun. Berangkat dari hal ini FPI, sebagai sebagian anggota masyarakat yang gerah dan muak terhadap hal tersebut mau ikut berpartisipasi dan mengambil sikap. FPI menjadi organisasi yang main hakim sendiri dan tidak lagi mempedulikan hukum yang berlaku. Apa yang mereka anggap salah maka akan langsung mereka tindak. Tidak sepenuhnya ini adalah kesalahan ormas-ormas yang muncul. Ini semua juga dikarenakan sistem pemerintahan serta orang-orang di Indonesia yang sudah bobrok. Yusuf Qardhawi mengemukakan hal yang sama, bahwa ekstremisme biasanya muncul dikarenakan bersumber pada bobroknya pemerintahan dan tirani para penguasa yang mengikuti hawa nafsu.
Krisis moral di pemerintahan Indonesia menambah kritis keadaan Indonesia. Pemerintah Indonesia seharusya sadar akan hal ini. Pemerintah harus berani bertindak tegas terhadap pelaku-pelaku KKN di dalam instansinya. Akan tetapi hal ini merupakan sesuatu yang sulit untuk dilakukan, karena tidak semua orang di pemerintah memiliki kesadaran untuk membangun masyarakat Indonesia dan keluar dari krisis multidimensi ini.
Tindakan-tindakan yang dilakukan FPI juga sama sekali tidak juga bisa dibenarkan. Sikap main hakim sendiri dan anarkis ini membawa kita kembali ke dalam tatanan hukum rimba, dimana yang kuatlah yang menang. Jika memang hendak membantu hukum dan sistem peradilan di Indonesia maka seharusnya juga menghormati hukum yang berlaku. Sebagai masayarakat yang hidup dalam pluralitas, tentu tidak bisa semena-mena dengan mengatakan bahwa yang berlaku adalah aturan dalam agama Islam. Sebagai pengikut aliran aswaja mereka juga telah lalai dalam menjalankan apa yang mereka pegang. Aliran ini juga mengatakan bahwa mereka haruslah tunduk kepada penguasa, selama penguasa ini mendirikan shalat. Tapi apa yang dilakukan oleh FPI juga tidak mencerminkan aliran yang mereka anut.
Dalam hal ajaran mereka nampaknya sangatlah kaku. Mereka hanya menerima ajaran Islam dan kurang meghormati ajaran lain di luar Islam. Mereka kurang dapat melihat bahwa ada unsur-unsur kebenaran atau unsur-unsur yang baik di dalam ajaran agama lain. Mereka tidak mau melihat ajaran lain di luar ajaran Islam. Contohnya saja sikap mereka terhadap Ahmadiyah. Dalam menyikapi aliran ahmadiyah, FPI bersikap sangat anti terhadap hal ini. Padahal Ahmadiyah juga merupakan salah satu aliran di dalam Islam. Mereka juga orang-orang berpegang kepada Al-Quran dan hadis. FPI lebih banyak mendengar apa yang popular terdengar di masyarakat, misalnya anggapan bahwa Ghulam Ahmad (pendiri Ahmadiyah) sudah keluar dari Islam. Padahal Ghulam Ahmad adalah tokoh yang sangat menjunjung tinggi nilai Al-Quran dan dia adalah penganjur utama jihad terbesar, jihad besar dan jihad kecil.
FPI lebih suka menghakimi terlebih dahulu daripada mengkaji secara mendalam. Pemahaman dari Al-Quran dari para anggota dan pemimpin FPI yang kurang juga menyebabkan mereka mudah menghakimi ajaran agama lain. FPI lebih banyak menafsirkan Al-Quran secara tekstual saja dan bukan kontekstual.
Jika FPI mengklaim bahwa dirinya melakukan jihad, maka seharusnya kembali pada makna jihad yang sebenarnya. Jihad bukanlah sekedar ditempuh dengan jalan kekerasan semata-mata. Justru seharusnya FPI juga belajar dari Ghulam Ahmad yang justru berjihad dengan jalan damai. Kita dapat melihat juga dari sikap para pemeluk Ahmadiyah yang anti kekerasan dan ketika mereka dianiaya atau menjadi korban tindak kekerasan mereka sama sekali tidak membalas. Padahal mereka bisa saja membalas, karena jumlah pengikut aliran Ahmadiyah ini tidaklah sedikit.
Di dalam jihad yang diklaim bahwa hal inilah yang dilakukan oleh FPI, justru tidak betul-betul memegang nilai-nilai jihad di dalam Islam itu sendiri. Dalam Islam dikenal istilah jihad akbar atau jihad terbesar dan di dalam jihad yang diutamakan adalah ilmu akhlak yang baik. Ilmu akhlak yang baik adalah sesuatu yang penting dan menjadi yang utama di dalam Al-Quran. Kalau kita lihat, tindakan-tindakan FPI sama sekali tidak mengena pada makna jihad yang sebenarnya. Jihad hanya dilihat sebaga tindakan kekerasan. Apa yang telah dilakukan oleh FPI justru telah menyimpang dari ilmu akhlak Islam.
Di dalam Islam kita juga mengenal istilah ijtihad. Saya melihat bahwa FPI sebagai organisasi Islam kurang berijtihad dalam melakukan sesuatu. FPI terlalu terburu-buru terbawa luapan emosi dan amarah terhadap mereka yang berbeda dengan mereka. Akan tetapi, bukankah seharusnya FPI melakukan ijtihad semaksimal mungkin sebelum mengambil tindakan-tindakannya. Setiap tindakan yang diambil oleh FPI saat ini justru identik dengan kekerasan dan anarkis. Hal ini justru membawa Islam pada citra yang buruk di mata dunia setelah beberapa kasus yang terjadi di dunia beberapa dekade ini.
Nampaknya mereka Islam yang dimaknai oleh masyarakat Indonesia sama sekal tidak dikenal dengan baik. Banyak umat Islam yang kurang mengerti dan mengenal agamanya sendiri. Mereka lebih banyak menjalankan apa yang dikatakan orang lain yang “katanya” berdasarkan Al-Quran. Pemahaman tentang Al-Quran sendiri perlu semakin ditingkatkan agar justru pengembangan ajaran agama Islam yang salah tidak lagi bertumbuh subur di Indonesia. Nurcholis Madjid mengatakan bahwa: “Asalkan Kaum Muslim mampu memahami agama mereka dengan sungguh-sungguh, maka Islam akan menjadi agama yang relevan dengan tingkat perkembangan mutakhir masa kini.” Saat ini yang dibutuhkan bukanlah perlawanan terhadap FPI, akan tetapi seharunya dengan meningkatkan pemahaman umat Muslim mengenai Islam itu sendiri.



DAFTAR PUSTAKA
Sa’ad , Tamyis. Yang Tersembunyi di Balik Radikalisme. lihat pada link: http://tamyiz.wordpress.com/2006/12/18/yang-tersembunyi-di-balik-radikalisme/
Rosadi, Andri. 2008. Hitam Putih FPI (Front Pembela Islam). Jakarta: Nun Publisher
Front Pembela Islam, lihat pada link: http://id.wikipedia.org/wiki/Front_Pembela_Islam

Ridwan, Nur Khaliq. 2008. Regenerasi NII: Membedah Jaringan Islam Jihad Di Indonesia. Jakarta: Erlangga
Qardhawi, Yusuf. 1985. Islam Ekstrem – Analisis dan Pemecahannya. Bandung: Mizan
Burhanudin, Asep. 2005. Ghulam Ahmad – Jihad Tanpa Kekerasan. Yogyakarta: LKIS
al-Haidari, Sayyid Kamal. 2003. Jihad Akbar. Bandung: Pustaka Hidayah
Madjid , Nurcholish.1999. Cita-cita Politik Islam Era Reformasi. Jakarta: Paramadina

Pemanasan Global Ditinjau dari Etika Kristen dan Peran Gereja dalam Menyikapinya

1. Pendahuluan
Pemanasan Global adalah istilah lingkungan yang sering kita dengar. Banyak orang yang berbicara mengenai pemanasan global tanpa mengetahui apa sebenarnya pemanasan global itu dan bagaimana mencegah terjadinya pemanasan global. Pemanasan global adalah salah satu masalah etika khususnya etika lingkungan. Pemanasan global diakibatkan oleh pola tingkah laku dan perbuatan manusia yang kurang menghargai alam. Manusia saat ini tidak begitu menganggap penting perlindungan terhadap alam. Alam cenderung hanya dijadikan sebagai objek untuk dieksploitasi semata. Alam tidak lagi diperhitungkan esensi dan perananannya.
Maraknya eksploitasi akibat rasa tidak menghargai pada alam juga disebabkan oleh pengruh-pengaruh ajaran agama tertentu khususnya agama Kristen. Pemahaman dan ajaran gereja lebih banyak berkutat pada manusia. Hubungan antara manusia dan alam hampir sama sekali tidak disentuh oleh gereja. Teologia Kristen yang berkembang di dalam gereja saat ini cenderung antroposentrik. Ajaran gereja seringkali hanya upaya menata hubungan manusia antar pribadi saja, tapi tidak menata hubungan manusia dengan alam.
Semestinya gereja membawa damai tidak hanya untuk manusia saja tapi untuk seluruh dunia dan isinya. Hubungan yang terjalin antara manusia dan alam saat ini justru rusak dan bisa dikatakan saling bermusuhan. Manusia membabat mengeksploitasi alam dan pada akhirnya alam yang membinasakan manusia. Pendamaian dengan Allah seharusnya juga pendamaian dengan alam yang mana alam merupakan bentuk kehadiran Allah. Bagaimanakah seharusnya umat Kristen bersikap atas hal ini?
Etika memiliki peranan penting didalam menjawab masalah-masalah ini. Saat ini umat Kristen dan gereja memerlukan suatu etika lingkungan yang melihat masalah-masalah lingkungan ini dari sudut pandang teologi Kristen. Karena tak jarang gereja cenderung apatis dan sibuk dengan masalah intern di dalam gereja. Gereja perlu sadar akan hubungan yang rusak antara manusia dan alam. Dengan kesadaran gereja niscaya kedamaian tidak hanya dirasakan oleh manusia tapi juga oleh alam ini.
2. Isi
2.1 Apa itu pemanasan global?

Sebagian masyarakat menggunakan istilah pemanasan global atau juga lebih sering disebut “Global Warming”. Masyarakat mengenal istilah ini tapi banyak diantara mereka kurang paham apa itu global warming dan apa yang menyebabkan global warming. Dalam ketidakpahaman ini justru membuat mereka bersikap apatis. Langkah awal yang seharusnya ditempuh dalam penanganan global warming adalah dengan memberi pengertian kepada masyarakat baru kemudian menanamkan kepedulian terhadap hal ini, akan tetapi yang banyak terjadi adalah sekedar upaya menanamkan kepedulian tapi tidak memberikan pengertian yang jelas akan makna pemanasan global itu sendiri. Tanpa pengertian akan pemanasan global ini jelas saja masyarakat bersikap apatis karena mereka tidak tahu pentingnya pencegahan terhadap permanasan global.
Masyarakat seringkali hanya mengetahui pemanasan global adalah sebagai efek rumah kaca tapi penyebab dan dampaknya tidak pernah diketahui. Pemanasan global adalah suatu peningkatan suhu di permukaan bumi yang disebabkan meningkatnya kadar karbondioksida (CO2), metana (CH4), dan dinitrooksida (N2O). Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yaitu naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.
2.2 Upaya Pengendalian Terhadap Pemanasan Global
Dalam menghadapi pemanasan global ini, kesadaran justru datang dari para ilmuwan. Mereka sadar bahwa ini merupakan masalah bagi kelangsungan umat hidup manusia dan perlu ada upaya-upaya penanganan yang intensif. Para ilmuwan meyakini bahwa langkah-langkah yang dilakukan dan sedang diskusikan saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global di masa depan. Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul sambil melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim di masa depan.
Guna mengendalikan pemanasan global maka langkah yang perlu dilakukan adalah dengan cara memperlambat semakin pertambahan jumlah gas rumah kaca. Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbon-nya di tempat lain. Cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca.
Untuk menghilangkan karbon dioksida di udara hal yang perlu dilakukan adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbon dioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang tumbuh kembali sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca.
Gas karbon dioksida juga dapat dihilangkan secara langsung. Caranya dengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke sumur-sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan (lihat Enhanced Oil Recovery). Injeksi juga bisa dilakukan untuk mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti dalam sumur minyak, lapisan batubara atau aquifer. Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan pengeboran lepas pantai Norwegia, di mana karbon dioksida yang terbawa ke permukaan bersama gas alam ditangkap dan diinjeksikan kembali ke aquifer sehingga tidak dapat kembali ke permukaan.
Salah satu sumber penyumbang karbon dioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil mulai meningkat pesat sejak revolusi industri pada abad ke-18. Pada saat itu, batubara menjadi sumber energi dominan untuk kemudian digantikan oleh minyak bumi pada pertengahan abad ke-19. Pada abad ke-20, energi gas mulai biasa digunakan di dunia sebagai sumber energi. Perubahan tren penggunaan bahan bakar fosil ini sebenarnya secara tidak langsung telah mengurangi jumlah karbon dioksida yang dilepas ke udara, karena gas melepaskan karbon dioksida lebih sedikit bila dibandingkan dengan minyak apalagi bila dibandingkan dengan batubara. Walaupun demikian, penggunaan energi terbaharui dan energi nuklir lebih mengurangi pelepasan karbon dioksida ke udara.
2.3 Kendala Dalam Upaya Pengendalian
Para ilmuwan sudah memberikan sumbangan pengetahuan dan upaya pengendalian yang cukup baik untuk ditawarkan pada kita. Masalah pemanasan global ini bukan lagi suatu masalah kelompok tertentu (para ilmuwan) saja, tetapi menjadi masalah bagi seluruh umat manusia. Saya pikir dampak dan penyebab pemanasan global sudah cukup baik disosialisasikan oleh para ilmuwan yang meneliti tentang hal ini. Jika sosialisasi tidak sampai dengan baik pada masyarakat, maka masyarakat tersebut tidak bisa dipersalahkan. Tetapi sebagian masyarakat yang sudah tahu dan mengerti akan hal ini nampaknya juga tidak mengalami perubahan dalam tindakan serta gaya hidup. Nampaknya tidak ada kesadaran dari diri mereka untuk melakukan upaya pengendalian pemanasan global. Saya merasa bahwa kebanyakan orang berpikir bahwa karena mereka tidak mengalami penderitaan akibat pemanasan global itu sekarang maka tidak ada masalah bagi mereka. Sikap orang cenderung melihat dampak yang dirasakan sekarang, orang lebih senang menikmati kesenangan hidupnya dalam konteks kekiniannya daripada memikirkan masa depan yang akan penuh penderitaan. Adanya hal ini dipengaruhi olah gaya hidup hedonisme yang salah.
Hedonisme adalah suatu paham yang menganggap bahwa hidup dijalani hanya untuk mengejar kenikmatan hidup. Hal ini jelas dan pasti dilakukan oleh semua orang. Semua orang pasti mencari apa yang menyenangkan dalam hidupnya, akan tetapi yang jadi masalah adalah apakah kesenangan dan kenikmatan itu dapat dipertanggungjawabkan? Dan apakah kesenangan dan kenikmatan itu adalah untuk hal yang sesaat saja? Pada hakikatnya hedoonisme bukanlah hal yang sama sekali salah. Tapi hedonisme yang salah kaprah dan hanya memikirkan kenikmatan hidup sesaat saja membuat pandangan hedonisme cenderung dicap negatif. Jika hedonisme dimengerti banyak sebagai kenikmatan dengan cara yang sebenarnya maka mungkin kesadaran masyarakat akan bahaya pemanasan global ini akan tumbuh.
Upaya-upaya pengendalian pemanasan global tentu tidak bisa dilakukan oleh para ilmuwan saja. Perlu ada kerjasama dari masyarakat dan pemerintah untuk benar-benar serius menanggapi hal ini. Upaya-upaya penyadaran bisa berasal dari sesama anggota masyarakat atau dapat dilakukan secara besar-besaran oleh pemerintah. Pemerintah memiliki peranan penting dalam upaya menyadarkan masyarakat. Adanya keputusan dan kebijakan yang dibuat dengan pemerintah sangatlah mempengaruhi lingkungan keadaan lingkungan hidup. Pemerintah perlu menentukan langkah-langkah prosedural yang tepat, benar dan dapat dipertanggungjawabkan guna menjawab masalah pemanasan global ini. Pemerintah harus menerapkan Undang-undang lingkungan hidup secara ketat, jujur dan konsisten.
Hal pokok yang menjadi masalah saat ini adalah menumbuhkan kembali kesadaran setiap orang akan masalah lingkungan yang sedang mereka hadapi. Jika setiap orang sudah sadar akan pentingnya dan bahaya pemanasan global maka tindakan seperti ilegal logging, korupsi dana rebosisasi dan sikap apatis dari setiap orang akan hilang dengan sendirinya. Dengan kesadaran dari masing-masing umat manusia maka kerjasama masyarakat dan orang-orang di pemerintahan akan timbul dengan sendirinya dan berupaya mengendalikan pemanasan global dengan serius.
2.4 Etika Lingkungan yang Berkembang
Etika lingkungan berkembang sejak awal tahun 1970-an. Masalah ekologi umumnya terkait dengan krisis moral terkait dalam usaha memahami ciri ketergantungan antara manusia dan makhluk hidup lainnya. Munculnya etika lingkungan pada dasarnya bermula dari kesadaran hakiki manusia dalam menghadapi keadaan hidup dan lingkungannya. Manusia menyadari bahaya yang akan terjadi karena adanya eksploitasi terhadap lingkungan. Akhirnya kesadaran ini mendorong manusia untuk membentuk sistem pemikiran ekologis dalam bersikap dan bertindak secara bertanggung jawab. Disini manusia mencoba kembali menemukan nilai alam semesta. chang
Adanya kerusakan lingkungan sebenarnya merupakan sebagai kurang adanya rasa bertanggung jawab dan kewajiban untuk menjaga kelangsungan system ekologi tempat manusia berada. Willian Chang setuju dengan pendapat Eugene P. Odum yang mengatakan bahwa etika lingkungan hidup adalah suatu pertimbangan fisiologis dan biologis mengenai hubungan antara manusia dan semua makhluk non-manusia. Disini manusia kembali memahami bahwa mutu hidup dan sosial amat tergantung akan keadaan lingkungan. Lingkungan yang sudah rusak tidak akan bisa mendukung kelangsungan hidup manusia dengan baik. Adanya perluasan etika ini meliputi hubungan manusia dengan lingkungan yang seharusnya menjadi bagian integral dari filsafat manusia. Etika lingkungan mencoba melihat kembali keterkaitan manusia dengan unsure-unsur jagatraya lainnya sebagai perhatian utama.
Ada beberapa teori tentang lingkungan hidup yang coba ditawarkan pada masyarakat. Beberapa teori ini adalah hasil pemikiran para etikus yang ikut merasa perlu dirumuskan suatu etika yang membina kehidupan bersama antara manusia dan alam semesta. Beberapa teori tersebut antara lain:
1. Human-centered ethic (Antroposentrisme)
Disini sekelompok orang berpikir bahwa rangkaian kebijaksanaan mengenai dinilai hanya berdasarkan pengaruh kebijaksanaan itu terhadap manusia. Titik beratnya adalah ada pada upaya peningkatan kesejahteraan dan kebahagiaan manusia di dalam alam semesta. Pandangan ini beranggapan bahwa hanya manusia saja yang pantas dipertimbangkan secara moral.
2. Animal-centered Ethic (Animalsentrisme)
Beberapa kelompok orang menganggap bahwa bukan hanya manusia yang perlu dipertimbangkan secara moral, melainkan dunia hewan juga. Dengan adanya pengerusakan lingkungan maka tidak hanya berdampak pada manusia saja melainkan pada hewan juga. Etika ini menekankan bahwa hewan juga harus dipertimbangkan secara moral. Ada perbedaan makna yang diberikan kepada masing-masing hewan. Misalnya, seekor nyamuk yang membawa penyakit malaria akan memiliki pertimbangan yang berbeda dengan seekor hiu. Secara moral manusia akan memberi penghargaan lebih kepada domba yang menghasilkan bulu secara aktif daripada domba yang tidak produktif dan banyak makan.
3. Life-centered ethic (Biosentrisme)
Disini ada anggapan bahwa makhluk hidup bukan hanya mencakup manusia dan hewan, tetapi juga memncakup tumbuh-tumbuhan, ganggang, organism bersel tunggal bahkan termasuk virus. Yang rumit dari etika ini adalah untuk menjawab petanyaan: “Apakah Hidup itu?” Disini penghargaan moral diberikan kepada makhluk hidup lain berdasarkan manfaat makhluk hidup itu sendiri bagi kehidupan manusia. Nampaknya disini juga ada sedikit pengaruh paham human-centered ethic.
Jika etika ini mengambil bentuk yang radikal, maka paham ini akan menekankan bahwa hidup dalam makhluk setiap ciptaan Tuhan memiliki makna moral yang sama. Dalam hal ini dibenarkan untuk membenarkan adanya pemaknaan yang berbeda pada setiap makhluk hidup.
4. Teori Nilai Intrinsik
Nilai merupakan sesuatu yang baik dan terkait dengan pribadi manusia yang mampu mendukung penyempurnaan diri manusia, sebab nilai menunjuk pada kesempurnaan atau kebaikan. Sebagai sesuatu yang berharga, nilai membantu manusia untuk mewujudkan kesempurnaan itu. Kemudian pengakuan ini diperluas ke dalam kalangan makhluk ciptaan lain di luar diri manusia. Pandangan ini memiliki dua gagasan pokok: (1) tiap makhluk hidup memiliki kebaikan di dalam dirinya, sehingga dengan mudah manusia dpat memanfaatkannya sesuai kehendak dan keperluan mereka; (2) adalah perlu untuk memandang bahwa makhluk-makhluk hidup lain bernilai dalam dirinya seperti yang diklaim oleh manusia. Kebaikan yang ada di dalam diri makhluk ciptaan lain selain manusia bukan pertama-tama karena makhluk itu berkesadaran diri atau berpengetahuan diri. Adanya kebaikan dari organism non-manusia tampak dan ditentukan oleh perkembangan dari kekuatan biologis.
Dari sini dapat dikemukakan dua arus pemikiran. Pertama, pendekatan yang dipandang memadai; apa saja yang berkebaikan di dalam dirinya berstatus moral dan pantas mempertimbangkan pertimbangan moral? Jika manusia menerima pertimbangan moral maka makhluk ciptaan lain non-manusia juga patut menerima pertimbangan moral, namun sejumlah makhluk ciptaan manusia yang bernilai intrinsik hanya sedikit mempunyai makna moral. Kedua, pendekatan ini dinilai kurang memadai; pendekatan ini bersifat ‘anti-antroposentrik’: semua pengada diandaikan bernilai sama. Pandangan ini secara radikal telah menggeser antroposentrisme dari dunia etika. Seharusnya pendekatan life-centered ethic tidak terpisahkan dari etika humanis, yang mengakui antroposentrisme moderat. Pendekatan antara antroposentrik dan teori nilai intrinsik saling menghidupi.
2.5 Gereja Saat Ini dan Pemanasan Global
Gereja adalah bagian dari masyarakat, akan tetapi apa yang membedakan gereja dengan masyarakat lainnya adalah bahwa gereja dipanggil oleh Kristus. Kristus memanggil gereja untuk bersama-sama-Nya membawa damai ke dalam dunia. Gereja adalah pengikut Kristus dan pengikut Kristus tidak mengikuti arus dunia ini.
Pada kenyataannya gereja seringkali lalai dalam melaksanakan tugas panggilannya sebagai pengikut Kristus. Gereja bukannya mengikuti teladan Kristus, tetapi justru terbawa oleh arus dunia. Yang sering terjadi gereja mengambil sikap yang sama dengan masyarakat biasanya dan melupakan identitasnya sebagai pengikut Kristus. Gereja cenderung apatis dan sibuk mencari kesenangan serta posisi amannya. Gereja tidak mau keluar dari area amannya sehingga setiap keputusan dan sikap yang diambil biasanya hanya mencari posisi aman saja.
Hal ini juga terjadi dalam sikap yang diambil gereja dalam menghadapi pemanasan global. Gereja di tengah-tengah masyarakat yang tidak sadar akan isu lingkungan khususnya pemanasan global justru terbawa pada arus ketidaksadaran itu. Gereja kurang peka terhadap masalah lingkungan dan tidak melakukan tindakan yang jelas. Gereja tidak sadar bahwa mereka juga ikut andil bagian di dalam percepatan terjadinya pemanasan global. Jika kita mengamati banyak gedung gereja yang megah yang juga banyak menggunaan AC secara berlebihan. Gereja juga menggunakan energi listrik secara berlebihan dengan banyaknya jumlah lampu-lampu yang gereja gunakan untuk menerangi gedung gereja. Kesadaran gereja akan hal ini nampaknya sangatlah minim.
2.6 Kritik Terhadap Ajaran Gereja yang Berkembang
Saat ini gereja cenderung bersikap apatis atau mungkin kebingungan mesti mengambil tindakan apa di dalam rangka menghadapi masalah pemanasan global. Gereja nampaknya tidak memiliki banyak pengalaman di dalam bidang lingkungan. Gereja lebih banyak mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan hubungan antara manusia saja. Ketika gereja diperhadapkan dengan hal semacam ini maka gereja tidak tahu harus berbuat apa dan yang terjadi justru mengikuti arus dunia.
Banyak teolog lingkungan yang mengatakan bahwa teologi Kristen yang dikembangkan di dalam gereja masih bersifat antroposentrik. Hal ini menyebabkan ajaran gereja hanya berpusat pada manusia. Disini seseorang justru dididik bahwa segala sesuatu yang penting adalah baik untuk manusia dan ketika mengambil keputusan atau tindakan, seseorang cenderung tidak mempertimbangkan makhluk ciptaan lain. Salah satu akar permasalahan dari sikap apatis dan ketidaksadaran orang Kristen terhadap masalah lingkungan adalah disebabkan oleh hal ini. Maka dari itu perlu diperkenalkan pada gereja mengenai teologi yang sadar akan lingkungan.
2.7 Bagaimana Seharunya Gereja Menghadapi Masalah Lingkungan?
Masalah lingkungan tidak hanya menjadi masalah sekelompok orang yang peduli saja. Ini jiga merupakan masalah gereja sebagai bagian dari masyarakat yang juga ikut serta dalam tindakan pengerusakan lingkungan. Gereja juga perlu megambil sikap yang jelas dan tegas guna menghadapi krisis lingkungan yang terjadi. Gereja pun perlu merumuskan pandangan serta sikap apa yang akan di ambil. Gereja pun harus mengembangkan suatu etika Kristen yang sadar akan lingkungan.
Sebagai pegikut Kristus gereja perlu menyadari bahwa gereja dipanggil untuk membawa damai. Bukan hanya perdamaian antara Allah dengan manusia, melainkan perdamaian membawa perdamaian terseut pada semua makhluk. Sejak awal kehadiran Yesus hal ini sudah tersiar dan kalau kita coba perhatikan Berita Natal yang dibawa oleh para malaikat di padang Efrata kepada para gembala: “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi diantara manusia yang berkenan kepada-Nya” (Luk 2:14). Jika kita memperhatikan kalimat: “damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya”. Kesejahteraan yang berkenan yang dibawa Yesus bukan hanya untuk kedamaian antara hubungan sesama manusia Allah, melainkan seluruh ciptaan. Salah satunya manusia juga perlu berdamai dengan alam ini.
Disini nampak jelas merupakan panggilan gereja untuk membawa berita baik dan perdamaian pada semua makhluk. Jika gereja sungguh-sungguh menghayati hal ini maka gereja tidak akan jatuh pada kecenderungan antroposentris atau yang lainnya. Dengan menghayati hal ini maka ini merupakan paham yang theosentris. Gereja tidak melakukan hal ini untuk menyejahterakan hidupnya semata-mata, bukan juga untuk kepentingan dirinya melainkan untuk melakukan tugas panggilan Allah untuk membawa damai di bumi. Pendamaian hubungan antara manusia dan Allah menjadi sesuatu yang membedakan etika lingkungan dengan etika Kristen.
Disini gereja pun tidak melakukan semua upaya pengendalian pemanasan global sebagai rasa takut karena akan mengalami dampak negatif dari krisis lingkungan ini. Gereja menjadi makhluk yang bebas dan di tidak tinggal berada di dalam ketakutan. Tugas membawa damai ini menjadi pelepas manusia dari belenggu ketakutan. Kebebasan manusia merupakan salah satu cirri terpenting dalam kehidupan Kristen, bahkan menjadi karunia Kistus kepada kita. Etika lingkungan yang Kristiani tidak bergerak di dalam bayang-bayang ketakutan lagi dan justru di dalam kebebasan ini etika Kristen bergerak. Gereja yang melakukan tugas panggilannya adalah gereja yang bebas.
Ajaran gereja sangat memperngaruhi perkembangan kepedulian umatnya terhadap lingkungan. Banyak ditemukan di gereja-gereja sikap orang yang apatis dan menerima apa yang terjadi. Ajaran eskatologis di dalam gereja juga sangat mempengaruhi hal ini. Makna kerajaan Allah yang sudak dekat memberi anggapan pada jemaat bahwa hal yang terjadi di dunia ini adalah hal yang sewajarnya. Banyak jemaat yang menganggap bahwa karena kerajaan Allah sudah dekat maka adanya krisis moral di masyarakat dan kerusakan lingkungan hidup adalah hal yang memang seharusnya terjadi. Terdapat kesalahan dala pemahaman jemaat mengenai kerajaan Allah yang sudah dekat ini. Karena hal ini mereka bersikap apatis dan lebih memikirkan kepentingan dirinya sendiri daripada memikirkan lingkungan ataupun masyarakat yang mengalami krisis moral. Hal ini nampak dari ajaran gereja (terutama kharismatik, namun tak dapat dipungkiri juga di dalam gereja mainstream) yang hanya memikirkan hubungan antara manusia dan hanya mementingkan keselamatan diri sendiri. Hal ini seringkali nampak dari perkataan: “Kerusakan moral dan kerusakan alam ini merupakan tanda-tanda akhir zaman, maka saudara-saudara harus segera bertobat”. Ada juga perkataan lain: “Ini memang sudah seharusnya terjadi, karena ini adalah tanda-tanda akhir zaman”.
Hal ini jelas salah dan perlu diperbaiki. Gereja seharusnya mempersiapkan kedatangan Allah dengan membawa damai, tidak hanya mengurusi dirinya sendiri, tetapi juga dengan memikirkan sesamanya dan lingkungannya. Ketika Yohanes mengajar untuk mempersiapkan kedatangan Kristus, ia mengutip tulisan Yesaya: “Persiapkanlah jalan untuk Tuhan dan luruskanlah jalan bagi-Nya” (Lukas 3:4). Disini nampak bahwa untuk mempersiapkan kedatangan Kristus, yang dilakukan bukanlah sibuk dengan diri sendiri. Melainkan gereja diutus keluar untuk mempersiapkan dan meluruskan jalan bagi Tuhan. Hal ini semestinya yang dihayati oleh gereja, bukannya justru sibuk dengan urusannya sendiri dan terus tinggal di dalam area kenyamannya.
Masalah politik berkaitan erat dengan masalah lingkungan hidup. Ada peningkatan kesadaran bahwa kekristenan juga memiliki wajah politik. Mereka yang beranggapan seperti ini meyakini bahwa nilai-nilai kekristenan perlu digabungkan dengan struktur politik masyarakat dan tidak cukup jika hanya dibatasi pada lingkup pribadi. Yang ditekankan disini bukan mengenai apakah kekristenan itu relevan dengan politik, tapi suatu upaya dialog antara teologi dan politik. Meskipun pada umumnya dipahami bahwa teologi politis berarti teologi condong kea rah politik sosialis kiri, tetapi hal ini merupakan suatu prasyarat yang dibutuhkan bagi teologi Kristen yang benar. Jika kita megamati di dalam PB, maka hal ini uga yang dilakukan oleh Kristus. Yesus tidaklah mempersekutukan diri dengan penguasa dan justru dengan mereka yang tidak memiliki kekuatan politis dan agama. Ia menantang kemapanan masyarakat Yahudi sendiri dengan demikian bergerak lebih jauh dari orang Zelot yang juga peduli terhadap kebebasan orang Yahudi dari penindasan Romawi. Yesus membebaskan orang Israel dengan membujuk orang Israel untuk berubah. Tanpa ada perubahan di dalam orang Israel sendiri pembebasan tidak akan mungkin dilakukan. Hal yang dilakukan oleh Yesus dalam keterlibatannya di dalam bidang politik ini juga adalah yang dilakukan oleh para nabi. Yesus lebih radikal dari orang Zelot karena ia menjungkirbalikan dan mempertanyakan kembali bidang kehidupan, politik, ekonomi, sosial dan agama.
Dengan mengikiti teladan Kristus yang seperti ini maka gereja bisa menjadi agen perubahan sama seperti yang Kristus lakukan. Keputusan politis yang dibuat saat ini perlu kembali dipertanyakan. Apakah mendukung kelangsungan hidup alam semesta beserta isinya? Perhatian gereja dalam bidang politik juga dapat membuat gereja bersuara lebih lantang berbicara dan menyuarakan Kristus. Tapi yang perlu kita hindari adalah jangan sampai justru gereja terbawa arus yang ada. Gereja harus benar-benar membawa damai dan terang dalam tatanan masyarakat saat ini.
2.8 Apa yang Dapat Dilakukan Gereja Dalam Menangani Pemanasan Global?
a. Meningkatkan kesadaran masyarakat

Hal terpenting adalah meningkatkan kesadaran masyarakat. Langkah yang ditempuh adalah menyadarkan masyarakat di dalam dan di luar gereja. Tanpa kesadaran akan pentingnya peduli terhadap lingkungan hidup tentu semua upaya pelestarian lingkungan tidak akan terjadi.
b. Melakukan penghijauan
Langkah konkret gereja lainnya adalah bisa dengan melakukan penghijauan. Penghijauan bisa dilakukan di dalam lingkungan gereja ataupu di luar lingkungan gereja. Upaya-upaya penanaman seribu pohon dengan bibit cepat tumbuh bisa sangat membantu mereduksi dampak pemanasan global. Gereja perlu menjadi gereja yang ramah lingkungan. Gereja seringkali dikenal dengan gedung-gedung yang besar dan megah. Tak jarang juga dalam pembangunannya menggunakan banyak kayu-kayu dan akan mengurangi jumlah tanaman di dunia yang sudah semakin menyusut. Semakin banyak kayu yang digunakan berarti semakin banyak pohon yang ditebang. Hal ini sangat merusak keseimbangan ekosistem.
c. Melakukan penghematan
Gereja dengan gedung-gedung yang megah dan berisikan kalangan ekonomi menengah keatas biasanya kurang memperhatikan penghematan. Gedung-gedung yang megah dengan lampu-lampu yang sangat banyak jumlahnya juga merupakan bentuk suatu pemborosan terhadap energi yang ada. Gereja perlu melakukan penghematan terhadap penggunaan energi listrik pada lampu ini. dengan menggunakan lampu secukupnya maka ini sudah menjadi upaya reduksi. Hal ini juga nampaknya perlu dihimbau kepada semua anggota gerejanya.
Gereja juga bisa menghimbau anggota jemaatnya untuk melakukan penghematan penggunaan bahan bakar fosil. Bahan bakar fosil biasanya menghasilkan zat buang CO2 dan hal ini jelas justru akan mempercepat dan memperparah dampak dari pemanasan global. Kalangan gereja yang dikenal sebagai kalangan ekonomi menengah ke atas biasanya memiliki kendaraan bermotor dan mobil. Bisa dihimbau pada anggota gereja untuk melakukan penghematan bahan bakar kendaraan. Misalnya sebuah keluara anggota gereja yang memiliki tiga mobil tidak perlu pergi ke gereja atau tempat lain dengan tiga mobil jika memang jumlah orang yang membutuhkan transportasi bisa dengan satu mobil. Penghematan sederhana seperti ini bisa banyak membantu mereduksi pemanasan global yang terjadi.
3. Penutup
Masalah pemanasan global merupakan masalah yang sangat luas. Masalah ini menyangkut kesadaran masyarakat dan masalah pemerintah. Jika masyarakat dan pemerintah melakukan kerjasama dengan baik maka niscaya akan ada upaya dan hasil yang memuaskan. Gereja sebagai bagian dari masyarakat pun memiliki peranan yang sangat penting. Gereja seharusnya menjadi terang dan menjadi agen perdamaian di dunia ini. Jika gereja menyadari tugas dan panggilannya ini maka masalah pemanasan global ini akan bisa direduksi.
Apa yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah penyadaran. Nampaknya masyarakat saat ini sedang tertidur pulas dan terlena dengan pemuasan kepentingan dirinya sendiri. Tugas dan panggilan gereja saat ini adalah untuk menyadarkan masyarakat, akan tetapi hal pertama yang perlu dilakukan pertama kali adalah menyadarkan gereja terhadap masalah lingkungan terlebih dahulu. Gereja sendiri pun sedang sibuk dengan urusan internnya. Gereja juga terlena dalam area amannya. Gereja harus kembali lagi menjadi terang dan garam bagi dunia ini. Gereja sadar bahwa dirinya adalah agen perdamaian yang diutus dan dipanggil Allah untuk mempersiapkan kedatangan Allah.
Hal lain yang perlu disadari saat ini adalah bahwa alam semesta bukanlah merupakan objek penggarapan atau objek untuk dieksploitasi. Gereja harus sadar dan menyadarkan bahwa alam ini juga memiliki peranan penting di dalam kelangsungan hidup manusia. Alam ini merupakan bentuk kehadiran Allah di dalam dunia. Wajah alam ini juga adalah wajah Allah. Manusia perlu menghargai pemberian tempat tinggal dari Allah, yaitu dunia ini. Kita perlu menjadikan rumah (oikos) kita dalam berekologi ini sebagai bukti pemeliharaan Allah terhadap manusia. Bukti kasih dan pemeliharaan Allah ini seharusnya bukanlah kita rusak melainkan kita jaga bersama.

DAFTAR PUSTAKA
_______Global Warmingg, lihat pada link: http://ivandelon.blogs.friendster.com/my_blog/2007/09/global_warmingg.html
_______Pemanasan Global, lihat pada link: http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global

Chang, William. 2001. Moral lingkungan Hidup. Yogyakarta:Kanisius

Listijabudi, Daniel K. 2008. Meracik Jamu Kehidupan – 12 Refleksi Kesehatan Batin. Yogyakarta: Gloria Graffa

Fletcher, Verney H. 2007. Lihatlah Sang Manusia – Suatu Pendekatan Pada Etika Kristen Dasar. Jakarta: BPK Gunung Mulia

Deane-Drummond, Celia. 2006. Teologi dan Ekologi – Buku Pegangan. Jakarta: BPK Gunung Mulia