Kamis, 17 Desember 2009

Tafsir Mazmur 1

Pendahuluan
Ketika kita membicarakan tentang Mazmur 1 maka banyak yang mengatakan bahwa Mazmur 1 merupakan pengantar untuk membaca kitab Mazmur secara keseluruhan. Jika diamati, akan nampak bahwa Mazmur 1 sebenarnya agak berbeda dengan Mazmur pada pasal-pasal berikutnya. Mazmur 1 menunjukkan suatu ciri-ciri bahwa Mazmur ini merupakan suatu tulisan atau dipengaruhi oleh tulisan kebijaksanaan. Mazmur 1 mencoba mengajak para pembacanya untuk membaca keseluruhan kitab Mazmur ini
Struktur, Bentuk dan Jenis
Jika kita mengamati struktur Mazmur 1, maka kita akan dapat melihat suatu susunan yang demikian:1
1.Dorongan: Profil orang yang saleh 1-3
A.Deskripsi Negatif 1
B.Deskripsi Positif 2
C.Janji 3
2.Hal yang tidak didukung: Nasib dari orang fasik 4-5
3.Motivasi untuk janji dan pencegahan 6
Jika kita melihat bentuk semacam ini, maka dapat kita dipastikan bahwa tulisan ini masuk ke dalam karya sastra jenis kebijaksanaan. Hal ini dapat terlihat dari tampak dari temanya: pengarang menunjukkan arti Taurat dalam hidup orang benar dan mempertentangkannya dengan orang fasik. Pembedaan antara gaya hidup orang benar dan orang fasik serta pembalasannya adalah tema sentral pengamatan dan renungan dari orang bijak/bijaksana.2 Bahasa dan gambaran yang digunakan pengarang nyanyian kebijaksanaan ini mempunyai banyak persamaan dengan teks-teks kebijaksanaan lain.
Gaya penulisan puisi semacam ini merupakan gaya penulisan yang sebagian besar digunakan di dalam sastra kebijaksanaan. Gaya penulisan puisi ini dikenal dengan istilah teknis “paralellismus membronum,” yang biasanya bersifat3:
1.Sinonim: Bagian A digemakan kembali di bagian B. Misal:
Saksi dusta tidak akan luput dari hukuman,
Orang yang menyembur-nyemburkan kebohongan akan binasa. (Amsal 19:9)
2.Antitesis: Bagian A diulang pada bagian B, namun dengan cara dipertentangkan. Misal:
Rumah orang fasik akan musnah,
Tetapi kemah orang jujur akan mekar (Amsal 14:11)
Dalam antithesis dan sintesis, bagian B tidak hanya mengulang atau mempertentangkan, akan tetapi juga memperluas atau memperdalam.
3.Sintesis: Bagian A dilanjutkan pada bagian B (sebetulnya tidak ada paralelisme, karena kalimat diteruskan dan tidak diulang seperti tadi). Misal:
Tidak baik berpihak kepada orang fasik dengan menolak orang benar dalam pengadilan (Amsal 18:5)
atau juga dalam bentuk perbandingan:
Seperti anting-anting emas di jungur babi,
Demikianlah perempuan cantik yang tidak susila (Amsal 11:22)
Jika kita amati, ciri-ciri gaya penulisan ini, maka kita akan menemukan kesamaan Mazmur 1 dengan sastra kebijaksanaan. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa Mazmur 1 masuk ke dalam jenis puisi sastra kebijaksanaan.

Latar Belakang
M. C.Barth dan B. A. Pareira mengatakan bahwa dulu Mazmur 1 seringkali dianggap sebagai pengantar Kitab Mazmur.4 Jadi, karena sifatnya yang merupakan pengantar maka banyak penafsir yang melihatnya sebagai kunci untuk memahami kitab Mazmur. Banyak dari penafsir yang menganggap bahwa pada Mazmur 1, pembaca diperhadapkan pada dua pilihan, yaitu hidup benar (di dalam Allah) atau hidup fasik (melanggar ketentuan Allah). Sedangkan mereka sendiri cenderung berpendapat bahwa Mazmur 1 ini merupakan ungkapan dari pujia-pujian yang diterbitkan oleh orang bijak.. Hal ini dikarenakan bagi orang bijak Kitab Suci adalah sumber dari kebijaksanaan.
James Mays justru mengatakan hal yang agak berbeda. Ia berpendapat bahwa Mazmur 1 bukanlah sekedar nyanyian atau puji-pujian, melainkan sebuah pernyataan tentang keberadaan manusia.5 Ketika membaca Mazmur, pembaca diajak untuk mempertimbangkan ajaran bahwa cara hidup adalah sesuatu yang sangat menentukan ke depannya. Pernyataan-pernyataan ini tentu tidak dating begitu saja, melainkan berdasarkan pengalaman dan perenungan terhadap peristiwa tertentu yang pernah dialami oleh penulis. Pengalaman inilah yang kemudian coba diperhadapkan pada pembaca agar pembaca dapat belajar dari pengalaman penulis.
Jika kita amati, Mazmur memang berupa puji-pujian yang dihadirkan dalam bentuk puisi. Seperti yang telah kita ketahui, puisi adalah bentuk yang biasanya digunakan dalam sastra kebijaksanaan. Dalam tulisan-tulisan kebijaksanaan, tujuan penulisannya tidak dapat kita lepaskan dari pengajaran. Tulisan-tulisan ini merupakan upaya memelihara dan pewarisan kebijaksanaan dari para orang bijak ketika itu kepada anak cucu mereka. Di dalam sastra kebijaksanaan biasanya pengajaran yang disampaikan berangkat dari pengalaman. Pengalaman inilah yang coba dibagikan dan diwariskan melalui teks ini.

Tafsiran
Ayat 1. Mazmur 1 dibuka dengan suatu ungkapan berbahagia (asre). Kata “berbahagia” ini memperkuat bukti bahwa Mazmur 1 adalah tulisan kebijaksanaan, karena ungkapan semacam ini banyak ditemui di dalam kesusastraan kebijaksanaan..6 Kebanyakan dari para penafsir sangat tertarik untuk membahas mengenai ungkapan kebahagiaan ini. Nampaknya ungkapan kebahagiaan ini merupakan sesuatu yang sangat penting untuk dipahami.
Ungkapan kebahagiaan yang diletakan di awal Mazmur ini merupakan suatu ajakan kepada para pendengar untuk melakukan apa yang telah didengarnya. Tulisan Mazmur ini juga tentu memiliki maksud pengajaran kepada para pendengarnya. Jadi penulis bermaksud untuk mengajak para pendengarnya untuk mendengarkan dan melakukan pengajaran yang disampaikan olehnya.
Menurut James Mays, kata “berbahagialah” ini bukan merupakan suatu ungkapan permohonan seperti kata “terberkatilah” (baruk), melainkan sesuatu yang menunjuk kepada perilaku dan karakter yang menikmati itu.7 Hampir senada dengan Mays, Nahum M. Sarna mengatakan bahwa kebahagiaan ini merupakan suatu yang berangkat dari realitas yang ada dan bukan mau menjanjikan sesuatu yang indah di masa depan.8 Disini penulis mencoba mengajak para pendengarnya untuk menikmati karakter yang ada di dalam pengajaran yang disampaikan. Bukan mengharapkan sesuatu (kebahagiaan) yang belum datang atau belum jelas, melainkan suatu ajakan untuk menikmati karakter “orang benar.” Jadi kebahagiaan adalah kenikmatan hidup ketika seseorang hidup sebagai “orang benar.”
Kebahagiaan ini juga bukan kebahagiaan yang “semu.” Kebahagiaan disini yang dimaksud adalah “happiness”, bukan merupakan “pleasure.” 9 “Pleasure” sifatnya lebih pada self-centered, sementara, kepuasan secara emosional dan semu, sedangkan “Happiness” bermakana kepada suatu kebahagiaan yang sifatnya sangat mendalam dari jiwa seseorang, serius dan bertahan lama.10 Kebahagiaan yang ditawarkan merupakan suatu kebahagiaan yang diajak untuk dinikmati disini bukanlah suatu kebahagiaan yang datang dari luar diri seseorang melainkan dari dalam dirinya sendiri.
Ayat 2 disini merupakan pernyataan mengenai karakter seperti apa yang berbahagia. Dan disebutkan disini karakter yang berbahagia tersebut adalah “orang yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan dan yang merenungkan Taurat ini siang dan malam.” Kata “kesukaan” ini merupakan suatu kata yang cukup penting. Kesukaan disini sifatnya merupakan suatu kerinduan yang penuh cinta kepada Tuhan dan makna Taurat disini berarti pengajaran atau pernyataan kehendak Tuhan. Jadi “kesukaan terhadap Taurat Tuhan ini” berarti suatu kesukaan terhadap pengajaran atau pernyataan kehendak Tuhan yang berdasarkan kepada cinta kepada Tuhan.
Makna dari kata merenungkan sebenarnya adalah “mengaji” atau “mendaraskan” yang berarti membacanya untuk diri sendiri dengan suara halus.11 Hal inilah yang dilakukan siang dan malam secara terus-menerus. Yang diharapkan disini adalah adanya suatu perhatian (fokus) secara khusus terhadap Taurat Tuhan. Taurat disini dikenal sebagai pengajaran dan penyataan kehendak Tuhan ini di dalam bentuk yang tertulis. Sehingga dengan membacanya maka seseorang akan mendapatkan kebijaksanaan di dalam kehidupannya karena ada kesadaran akan jalan dan kehendak Allah di dalam hatinya (40:9; 37:31). Alasan Taurat membawa kebahagiaan itu sendiri bukan dikarenakan kebenaran yang ada di dalam Taurat itu sendiri, melainkan karena melalui Taurat ini Allah menyapa manusia.
Kesukaan kepada Taurat berarti memiliki makna sebagai keinginan untuk disapa oleh Allah dan ini lahir dari suatu kerinduan yang berdasarkan pada cinta kasih kepada Tuhan dan membawa manusia kepada suatu keakraban antara yang mencintai dan yang dicintai.
Ayat 3 merupakan gambaran dari orang yang hidup di dalam Taurat Tuhan. Pemazmur menggunakan penggambaran keadaan orang yang kesukaannya adalah Taurat Tuhan seperti pohon di tepi aliran air. Pohon di tepi aliran disini bermakna bahwa seseorang yang kesukaannya adalah Taurat adalah orang yang sangat dekat dengan sumber kehidupan. Jadi mereka yang menyukai Taurat Tuhan akan senantiasa berelasi dengan Tuhan.
Kata ditanam disini dalam bahasa Ibrani adalah shatul dan makna kata ini berarti tidak sekedar tertanam, melainkan sesuatu yang tertanam dan berakar dengan baik.12 Keberakaran seseorang terhadap Taurat akan membuat seseorang tertancap dan setia berpegang kepada ajaran dan kehendak Tuhan. Ia tidak akan mudah goyah dan berkhianat terhadap ajaran tersebut. Keberakaran ini juga membawa seseorang kepada kebahagiaan di dalam hidup. Kebahagiaan disini merupakan kebahagiaan ketika seseorang berelasi langsung dengan sumber kehidupan. Relasi dengan Tuhan berarti berada di pihak Tuhan dan dengan demikian maka apa pun yang dilakukan oleh orang tersebut akan membuahkan buah yang baik, yaitu yang membawa dampak yang baik yaitu bagi dirinya sendiri maupun bagi banyak orang. “Tidak akan layu” berarti ia yang berelasi dengan Tuhan akan senantiasa mengalami kesegaran secara terus menerus. Jiwanya akan terus senantiasa segar secara rohani, dan kebahagiaan akan senantiasa melingkupi kehidupannya.
Ayat 4 disini merupakan pernyataan yang menentang dari karakter yang tadi sudah dikemukakan pada ayat sebelumnya. Seperti sastra kebijaksanaan pada umumnya, disini juga terdapat perbandingan antara dua karakter, yaitu karakter orang benar dan karakter orang fasik. Perbandingan disini bukan bermaksud pada yang mana yang lebih baik daripada yang satunya, melainkan perbandingan disini bermakna bahwa hanya ada dua pilihan jalan hidup, menjadi fasik atau menjadi orang yang hidup.13 Jadi disini tidak ada sedikit/agak baik atau sedikit/agak jahat.
Ayat 4 berisi tentang karakter orang fasik yang digambarkan seperti sekam yang ditiupkan angin. Sekam yang ditiupkan angin disini berarti adalah kebalikan dari kondisi yang berakar dari orang yang berpegang pada Taurat. Orang fasik digambarkan sebagai kondisi yang tidak berakar dan sangat mudah ditiupkan oleh keadaan. Orang fasik disini digambarkan sebagai sifat yang tidak memiliki integritas pada dirinya. Ia orang yang mudah dipengaruhi keadaan atau orang lain. Ia Bergerak kemanapun angin perubahan menggerakannya.
Ayat 5 disini melanjutkan penggambaran sebagai orang fasik. Dikatakan bahwa orang fasik tidak akan tahan di dalam penghakiman. Penghakiman yang disebutkan disini tidak jelas menunjuk pada penghakiman yang mana? Penghakiman yang akan terjadi di dalam dunia ini atau penghakiman pada hari Tuhan? Akan tetapi secara literer kata penghakiman disini bermakna kini dan sekarang.14 Keadilan yang akan datang itu dinyatakan bahwa akan segera datang dan hadir di dalam kehidupan. Nampaknya pemazmur disini berangkat dari suatu realita yang terjadi di sekitarnya, yaitu bahwa orang fasik akan bernasib buruk.
Dalam ayat 1 digambarkan nampaknya lingkungan yang digambarkan adalah kefasikan. Nampaknya kefasikan merupakan sesuatu yang umum dan banyak mempengaruhi kehidupan sekitarnya. Namun, pada ayat 5 keadaan digambarkan sebaliknya, yaitu orang berdosa yang tidak akan tahan di dalam kumpulan orang benar. Pemazmur disini nampaknya hendak menggambarkan keadaan akan terjadi pada orang fasik. Kefasikan tidak lagi menjadi sesuatu yang mempengaruhi, melainkan kefasikan menjadi minoritas. Pemazmur memiliki anggapan bahwa semua yang terjadi kepada orang fasik akan berubah nantinya.
Ayat 6 berbicara tentang jalan orang benar. Disebutkan bahwa Tuhan mengenal jalan orang benar. Kata mengenal memiliki makna aslinya mengetahui. Dengan ungkapan ini pemazmur hendak menyuarakan suatu relasi antara manusia dengan Allah. Mengetahui disini memiliki mana kepedulian dan bimbingan personal.15 Ketika pemazmur bicara tentang mengetahui disini maka maknanya adalah suatu relasi. Disini Allah memberikan perhatiannya kepada orang benar, Allah membimbingnya dan memperhatikan nasib orang benar ini.
Kata-kata berikutnya yang melanjutkan adalah gambaran mengenai nasib yang sebaliknya terhadap orang fasik. Orang fasik akan menuju kebinasaan karena jalannya ini mengikuti kehendaknya sendiri dan bukan kehendak Allah.

Pesan Teologis
Penderitaan orang benar/orang yang jalan dalam kehendak Tuhan dan kemakmuran orang fasik seringkali menjadi masalah teologis. Dalam realita kehidupan, yang sering terjadi adalah bahwa orang jahat seringkali nasibnya baik sedangkan orang baik nasibnya justru buruk. Mazmur disini mengajak para pendengarnya untuk senantiasa berjalan di dalam kehendak Tuhan (orang benar) dan ia memberikan gambaran bahwa nasib orang benar pada akhirnya adalah berujung pada sesuatu yang baik dan kefasikan pada kebinasaan. Walaupun pada kenyataannya “sekarang” orang fasik tetap hidup dalam kemakmuran, tapi pada kenyataannya orang fasik nantinya akan bernasib buruk.
Nasib baik pada orang benar disini nampaknya tidak dilihat hanya sebagai keadaan makmur atau hidup yang bergelimang harta. Apa yang baik atau kebahagiaan yang diperoleh oleh orang benar disini adalah karena dirinya tidak berjalan di dalam kefasikan. Berjalan di dalam kebenaran itu sendiri adalah sesuatu kebahagiaan tersendiri. Bahagia karena ia tahu mana yang baik dan mana yang buruk serta dapat mengerti harus memilih yang mana. Berjalan di dalam kehendak Allah itu sendirilah yang merupakan kebahagiaan.
Hal yang cukup penting disini adalah mengenai relasi dengan Allah. Relasi dengan Allah digambarkan dengan pohon yang berakar di tepi aliran air. Disini digambarkan bahwa orang benar memiliki relasi dan koneksi dengan sang Sumber Kehidupan. Relasi manusia dengan Allah disini juga merupakan suatu kebahagiaan tersendiri. Kebahagiaan ketika seseorang bisa hidup di dalam Taurat (jalan dan penyataan kehendak Tuhan) dan pekerjaan apa saja yang diperbuatnya akan membuahkan sesuatu yang baik (berfaedah).
Taurat merupakan suatu ajaran Allah dimana Allah menyatakan dirinya. Melalui Taurat, Allah menegur dan menyapa manusia, melalui Taurat ini juga Tuhan membentuk manusia. Dalam Taurat ini manusia berkomunikasi dan berelasi dengan Allah. Disini pemazmur mencoba mengetengahkan pernanan penting Taurat di dalam kehidupan manusia. Relasi antara manusia dan Allah menjadi tema sentral disini. Kebahagiaan terbesar seorang manusia adalah ketika dapat senantiasa berelasi dengan Allah.

Daftar Pustaka
Gerstenberger. Erhard. S. 1999. Introduction Psalms 1 With an Introduction to Cultic Poetry. Michigan: Eerdmans Publishing
Barth. M.C. dan B.A. Pareira. 1997. Tafsiran Alkitab Mazmur 1-41, Jilid II. Jakarta: BPK-Gunung Mulia
Weiden. Wim van der.1994. Seni Hidup: Sastra Kebijaksanaan Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius
Mays. James. 1994. Interpreting Psalms: A Bible Commentary for Teaching and Preaching. Louisville: John Knox Press
Sarna. M. Nahum. 1993. On the Book of Psalms: Exploring The Prayer of Ancient Israel. New York: Shocken Books